Kenapa Prinsip Syariah Penting dalam Ekonomi Islam

Kenapa Prinsip Ekonomi Islam Penting untuk Kamu?

Why do we have to care about Islamic principles for our finances? Mungkin seperti itu pertanyaan yang ada di benak banyak orang saat ini. Prinsip hukum syariah hadir dengan tujuan tertentu untuk kebaikan manusia itu sendiri. Menurut ulama, maqashid alsyariah adalah ilmu yang mempelajari tentang tujuan-tujuan tersebut. Penegakan prinsip ekonomi Islam di masyarakat juga dimaksudkan agar maqashid syariah ditegakkan di dalamnya. Penasaran apa saja dasar-dasarnya kenapa kita harus menggunakan prinsip Islam dalam mengatur keuangan kita? Yuk, simak selengkapnya di artikel ini.

Dasar Ekonomi Islam dalam Pandangan Tauhid

Dalam pandangan tauhid, manusia sebagai pelaku ekonomi hanyalah sebagai trustee atau pemegang amanah. Oleh karena itu, manusia harus mengikuti ketentuan Allah dalam segala aktivitasnya, termasuk aktivitas ekonomi. Ketentuan Allah yang harus dipatuhi dalam hal ini tidak hanya dalam hal yang bersifat mekanistis seperti dalam hubungan dengan alam dan kehidupan sosial, tapi juga secara teologis (uluhiyyah) dan secara moral (khuluqiyyah).

Ada tiga aspek yang sangat mendasar dalam ajaran Islam, yaitu aspek keyakinan, hukum, dan akhlak.

Ekonomi Islam dalam aspek keyakinan berimplikasi bahwa seorang manusia meyakini bahwa semua hal yang dilakukannya adalah dalam rangka beribadah kepada Allah, termasuk ketika seseorang melakukan kegiatan ekonomi dalam kesehariannya. Hal ini seharusnya menyebabkan alam bawah sadarnya untuk menolak ketika ia melakukan suatu pekerjaan yang kurang baik atau mempunyai dampak yang kurang baik untuk orang lain.

Selain itu, ketika seseorang menyembah Allah, dengan meyakini bahwa Allah adalah pemberi rezeki, maka ia sekaligus mengabdi dan berikrar bahwa ia harus mampu memanfaatkan apa yang ada di dunia ini dengan sebaik-baiknya, sehingga bisa membawa maslahat untuk masyarakat.

Selanjutnya, ketika menjalankan ekonomi Islam dengan aspek keyakinan ini, maka seseorang akan berjalan sesuai dengan rambu-rambu syariah yang telah ditetapkan Allah. Ini adalah penerapan ekonomi Islam jika dilihat dari aspek syariah. Kaidah yang berlaku dalam hal ini adalah:

“Segala sesuatu dalam hal muamalat boleh dilakukan, sampai ada dalil yang mengharamkan.”

Oleh karena itu, semua aktivitas dalam ekonomi Islam yang bermanfaat untuk manusia dan tidak dilarang dalam syariah boleh dilakukan. Selain itu, kita juga mesti memahami prinsip-prinsip apa saja yang diharamkan dalam syariah, dan memahami bahwa penyebab dilarangnya suatu transaksi adalah karena beberapa faktor yang bersifat merugikan dan membawa kerusakan bagi manusia.

Satu aspek lagi yang menjadi dasar penerapan ekonomi Islam adalah aspek akhlak atau moralitas. Segala macam ajaran yang terkandung dalam Quran dan Hadits mengenai ekonomi Islam adalah untuk menjunjung tinggi moralitas dan etika transedental (atau etika yang berasal dari Al-Quran dan Hadits). Al-Quran sendiri banyak menyebutkan harta dengan menggunakan istilah “khairun” yang berarti kebaikan. Menjunjung tinggi nilai moralitas adalah tonggak perekonomian Islam.

Tujuan Ekonomi Islam

Tujuan penegakkan ekonomi Islam adalah membawa kemaslahatan bagi semua umat manusia. Untuk mencapai tujuan ini, maka dalam segala aktivitas ekonominya, manusia harus mengusahakan semua kegiatan yang akan membawa kemaslahatan bagi semua umat manusia, sekaligus menghindari diri dari segala hal yang akan membawa kerusakan bagi manusia.

Untuk mencapai hal ini, prinsip-prinsip ekonomi Islam ditetapkan melalui berbagai cara, misalnya:

  1. Melihat masalah yang ada di masyarakat dan menentukan jalan keluarnya, misalnya zakat dan waqaf untuk memecahkan masalah distribusi kekayaan yang tidak merata,
  2. Menelaah masalah ekonomi yang ada di lapangan (dunia nyata) dan mengaitkannya dengan prinsip Quran dan Hadits, atau mempelajari konsep yang ada di Quran dan Hadits dan menarik prinsipnya untuk diterapkan di dunia nyata,
  3. Menetapkan hasil dan kegunaan ekonomi Islam yang dapat menyejahterakan manusia dan memerangi bentuk eksploitasi yang merugikan manusia.

Untuk menentukan hukum ekonomi Islam, dibutuhkan pemahaman terhadap berbagai sumber hukum. Apa saja sumber hukum yang dapat digunakan untuk menentukan suatu hukum ekonomi Islam?

Untuk menetapkan metode pengambilan hukum dalam ekonomi Islam, para ulama menggunakan Quran dan Hadits sebagai sumber utamanya. Selain itu, ada juga ijma’, yaitu keputusan yang telah disepakati oleh sebagian besar ulama dalam berbagai permasalahan. Bisa juga menggunakan qiyas, yaitu menghubungkan kejadian yang tidak ada preseden keputusan hukum sebelumnya dengan kejadian yang sudah ada ketentuannya, dikarenakan kemiripan kejadian atau esensi kejadian tersebut.

Selain itu, ada juga prinsip lainnya seperti istihsan (suatu prinsip yang dianggap baik), maslahah al mursalah (kebaikan yang dimutlakkan), alurf (kebiasaan di suatu masyarakat yang tidak membatalkan atau bertentangan dengan prinsip syariah), dan istishab (menetapkan sesuatu sesuai keadaan sebelumnya, sampai terdapat dalil yang menunjukkan perubahan keadaan). Namun, banyak terdapat perdebatan antara ulama tentang kebolehannya menggunakan prinsip tersebut sebagai dasar hukum Islam.

Prinsip terakhir, adalah sadd aldzari’ah, yang berarti memotong jalan kerusakan sebagai cara menghindari kerusakan tersebut (meski suatu jalan bebas dari kerusakan, namun jika itu merupakan jalan terjadinya kerusakan, maka akan dihindari) dan fath aldzari’ah, yang berarti menetapkan suatu hukum yang merupakan sarana bagi penetapan hukum yang lainnya. Misalnya, jika meminimalisir risiko di masa depan adalah sesuatu yang diwajibkan untuk para lembaga keuangan ekonomi Islam, maka wajib juga segala usaha untuk mencapai tujuan tersebut seperti mempunyai penerapan manajemen risiko di dalamnya.

Karakteristik Ekonomi Islam

  1. Bersumber dari Tuhan

Ajarannya bersumber dari teks Al-Quran dan Hadits yang berasal dari Allah.

Segala aktivitasnya bertujuan untuk membentuk hubungan yang baik antara manusia dan Tuhannya, dengan menjaga perilaku ekonominya agar sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah melalui syariat agama.

Ekonomi Islam menyertai pengawasan yang melekat pada semua pelakunya. Mulai dari diri masing-masing orang yang terlibat di dalamnya, sampai kepada lembaga pengawas eksternal untuk membenahi kerusakan dan kecurangan di pasar.

Banyak sekali hal yang masih lunak, yaitu yang boleh dieksplorasi oleh masyarakat dan diterapkan seluas-luasnya, karena tidak ada keharamannya dalam syariat agama. Hal ini juga bisa diimplementasikan dalam ekonomi Islam, bersamaan dengan ketetapan yang telah ditentukan oleh syariat.

Dalam ekonomi Islam, kesejahteraan individu dan kesejahteraan masyarakat mendapatkan porsi kepentingan dan perhatian yang sama besarnya.

Ekonomi Islam mendorong manusia untuk memenuhi semua kebutuhan materialnya dengan baik, namun harus dilakukan dalam rangka mendekati diri dengan Allah, dan tanpa melupakan ketentuan Allah.

Ekonomi Islam bersifat realistis, karena sistem yang ada dilakukan sesuai dengan keadaan kondisi real di lapangan.

Ajaran ekonomi Islam bisa diterapkan dan dipraktikkan oleh siapa saja dan dimanapun ia berada. Karena, tujuan dari ekonomi Islam hanyalah satu, yaitu winwin solution yang bisa dideteksi dari menyebarnya kesejahteraan dan kemaslahatan di antara manusia.

Lima Unsur Pokok Tujuan Syariah (Maqashid Syariah) dalam Ekonomi Islam

Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan dan menjauhi kerusakan, ada lima unsur pokok yang harus dijaga dalam penerapan ekonomi Islam. Kelima hal tersebut sebenarnya adalah unsur yang harus selalu dijaga dalam kehidupan manusia, tidak hanya dalam tindakan perekonomian. Jika hilang, maka kemaslahatan dunia dan akhirat pun akan sulit diwujudkan. Kelima unsur pokok tersebut adalah:

Menjaga Agama (Hifz al-Din)

Sebagai umat Muslim, kita meyakini apa yang dikatakan Allah di dalam Qur’an Surah Adz-Dzariyat (51) ayat 56:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”

Inilah tujuan hakiki penciptaan manusia, dan kita harus merealisasikannya dengan beriman kepada Allah SWT, dan berpegang teguh kepada ajaran agama dengan menjalankannya.

Menjaga Jiwa (Hifz an-Nafs)

Nilai hidup dan jiwa seorang manusia merupakan suatu hal yang sakral. Larangan untuk bunuh diri dan membunuh orang lain tanpa alasan berangkat salah satunya untuk menjaga jiwa manusia.

Bahkan di Qur’an Surah Al-Maidah (5): 32, Allah juga menegaskan bahwa:

“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.

Begitu sakralnya nilai jiwa seorang manusia ini, sampai syariat membolehkan kita memakan apa yang biasanya dilarang jika nyawa kita dalam keadaan terancam bila kita tidak memakannya karena tidak ada apa-apa lagi sama sekali.

Salah satu cara untuk merealisasikan tujuan menjaga jiwa ini misalnya dengan menjaga kesehatan tubuh kita secara jasmani dan ruhani.

Menjaga Akal (Hifz al-‘Aql)

Qur’an berkali-kali menyeru manusia untuk menggunakan akalnya dengan baik, misalnya dengan menggunakan kata-kata yang bisa diinterpretasikan menjadi seperti ini:

“Apakah kamu tidak memperhatikan?”,

“Apakah kamu tidak berpikir?”,

“apakah kamu tidak menggunakan akal?”.

Salah satu syariat yang ditetapkan untuk menjaga akal manusia misalnya dengan dilarangnya khamr (minuman beralkohol) yang dapat mengendurkan kemampuan akal untuk bekerja dengan baik.

Menjaga Keturunan yang baik/Kejelasan Nasab (Hifz al-Nasl)

Salah satu hikmah yang paling mudah dilihat dari larangan untuk berzina misalnya adalah untuk menegakkan tujuan menjaga keturunan yang baik/kejelasan nasab seorang anak manusia.

Selain itu, dengan menjaga agama, jiwa, dan akal kita, kita juga telah berusaha untuk menjaga keturunan yang baik. Walaupun keimanan tidak bisa diwariskan, namun jika kita perhatikan, garis kenabian berasal dari dua keturunan yang sama dan saling bertautan. Salah satu hikmah yang bisa diambil dari kenyataan tersebut misalnya adalah memiliki keturunan yang baik ternyata merupakan salah satu hadiah pemberian Allah yang nyata untuk hamba-hambaNya yang menjaga agama, jiwa, dan akalnya dengan baik.

Menjaga Harta Benda (Hifz al-Maal)

Larangan riba misalnya diturunkan untuk menjaga harta benda manusia dari eksploitasi yang keterlaluan dan sistem yang sangat tidak adil. Begitu juga dengan adanya anjuran beramal dengan harta lewat zakat, waqaf, infaq dan sedekah, juga bertujuan untuk menjaga harta benda manusia dengan menyebarkan kesejahteraan.

Apabila kelima hal tersebut telah terwujud dalam masing-masing individu, maka akan tercapai suatu kehidupan yang mulia dan sejahtera di dunia dan akhirat.

Sumber:

Prinsip Dasar Ekonomi Islam: Perspektif Maqashid Syariáh, Dr. Ika Yunia Fauzia, Lc., M.E.I dan Dr. Abdul Kadir Riyadi, Lc., M.S.Sc.

Yuk, temukan pengalaman #HijrahFinansial dengan melakukan pendanaan untuk UKM dengan prinsip syariah dan didukung proses yang nyaman, aman, dan efisien dengan teknologi.

Platform peer-to-peer lending syariah ALAMI mempertemukan UKM dengan pemberi pembiayaan. Teknologi kami menganalisa ratusan data untuk menghasilkan pembiayaan yang memiliki kualitas dan kredibilitas yang baik.

 Daftar sekarang untuk menjadi pendana ALAMI dan nikmati kemudahan proses pembiayaan syariah yang lebih efisien, akurat dan transparan.

Artikel Terbaru

Informasi Peningkatan Keamanan Pendanaan & Penambahan Biaya Layanan

Sebagai bagian dari upaya kami dalam meningkatkan kualitas layanan yang lebih baik,...

Panduan Praktis Mendanai Nyaman dan Menguntungkan di Instrumen P2P Lending Bagi Pendana Pemula

Peer to Peer Lending (P2P Lending) dikenal sebagai salah satu instrumen investasi...

Sejarah Dana Pensiun di Indonesia

Sejarah dana pensiun di Indonesia melalui proses yang panjang dan senantiasa berkembang. ...

Exit mobile version