Beli Rumah dengan Akad Musyarakah Mutanaqisah
published 10/07/2020 - 3 Min Read

Beli Rumah dengan Akad Musyarakah Mutanaqisah

Selain mudharabah (akad jual beli) dan istishna (akad pembelian barang pesanan), dalam pembelian rumah kamu juga bisa mempertimbangkan untuk menggunakan akad musyarakah mutanaqisah. Akad ini telah dijalankan oleh berbagai lembaga keuangan Islam di mancanegara, termasuk juga di Indonesia. Penerapannya untuk di Indonesia sendiri sudah diatur lewat pedoman Fatwa DSN-MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008. Mau tahu lebih detail tentang akad tersebut? Yuk, simak disini!

Apa Definisi Musyarakah Mutanaqisah?

Menurut Otoritas Jasa Keuangan, musyarakah mutanaqisah adalah akad antara dua pihak atau lebih yang berserikat terhadap suatu barang yang salah satu pihak kemudian membeli bagian pihak lainnya secara bertahap.

Akad ini merupakan hybrid atau gabungan dari akad musyarakah (perserikatan) dan ba’i (jual beli).

Penamaannya terdiri dari dua kata, yaitu musyarakah yang berarti kerjasama antar dua pihak, dan mutanaqisah, dari kata bahasa Arab yutanaqish, yang berarti mengurangi secara bertahap.

Pembelian rumah atau apartemen yang menjadi agunan KPR menjadi aset bersama antara bank dan nasabah. Porsi kepemilikannya telah ditentukan pada saat akad. Kemudian, bank dan nasabah sepakat bahwa agunan KPR tersebut disewakan kepada nasabah. Sehingga, nasabah memiliki kewajiban membayar angsuran sewa setiap bulannya. Pembayaran angsuran sewa yang dilakukan nasabah tersebut secara otomatis menambah porsi kepemilikan nasabah dan sekaligus mengurangi porsi kepemilikan bank. Sehingga, pada saat pembiayaan lunas, porsi kepemilikan rumah atau apartemen beralih sepenuhnya ke nasabah.

Kenapa Pakai Akad Musyarakah Mutanaqisah?

Menurut DSN MUI, akad ini patut menjadi pertimbangan konsumen Muslim karena mempunyai keunggulan dalam kebersamaan dan keadilan.

Dari Mana Dasar Akad Musyarakah Mutanaqisah?

Mengacu pada pendapat para ulama mengenai transaksi yang ada dalam akad ini, mereka berpendapat bahwa akad ini sesuai dengan syariat dan dapat dijalankan oleh masyarakat.

Begini kata beberapa para ulama tentang akad musyarakah mutanaqisah, yang dijadikan acuan bagi pedoman Fatwa DSN MUI No.73:

  1. Ibnu Qudamah dalam kitabnya alMughni mengatakan bahwa:

“Apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh, karena sebenarnya ia membeli milik pihak lain.”

  • Ibn Abidin dalam kitab Raddul Muktar mengatakan bahwa:

Apabila salah satu dari dua orang yang bermitra (syarik) dalam (kepemilikan) suatu bangunan menjual porsi (hishshah)- nya kepada pihak lain, maka hukumnya tidak boleh; sedangkan (jika menjual porsinya tersebut) kepada syarik-nya, maka hukumnya boleh.

  • Wahbah Zuhaili dalam kitab AlMuamalah AlMaliyah Al Muasirah:

“Musyarakah mutanaqishah ini dibenarkan dalam syariah, karena –sebagaimana Ijarah Muntahiyah bi-al-Tamlik— bersandar pada janji dari Bank kepada mitra (nasabah)-nya bahwa Bank akan menjual kepada mitra porsi kepemilikannya dalam Syirkah apabila mitra telah membayar kepada Bank harga porsi Bank tersebut. Di saat berlangsung, Musyarakah mutanaqishah tersebut dipandang sebagai Syirkah ‘Inan, karena kedua belah pihak menyerahkan kontribusi ra’sul mal, dan Bank mendelegasikan kepada nasabah-mitranya untuk mengelola kegiatan usaha. Setelah selesai Syirkah Bank menjual seluruh atau sebagian porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad penjualan ini dilakukan secara terpisah yang tidak terkait dengan akad syirkah.”

Ketentuan Umum Akad Musyarakah Mutanaqisah

Menurut Fatwa DSN MUI No.73/DSN-MUI/XI/2008, dalam penerapan akad tersebut, terdapat ketentuan umum sebagai berikut:

1. Akad Musyarakah Mutanaqishah terdiri dari akad Musyarakah/ Syirkah dan Bai’ (jual-beli).

2. Dalam Musyarakah Mutanaqishah berlaku hukum sebagaimana yang diatur dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya: 

  • Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad. 
  • Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat akad.
  • Menanggung kerugian sesuai proporsi modal. 

3. Dalam akad Musyarakah Mutanaqishah, pihak pertama (salah satu syarik, dalam hal ini Lembaga Keuangan Syariah atau LKS) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik yang lain, nasabah) wajib membelinya. 

4. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilaksanakan sesuai kesepakatan. 

5. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS –sebagai syarik– beralih kepada syarik lainnya (nasabah).

Ketentuan Khusus Akad Musyarakah Mutanaqisah

1. Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain.

2. Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.

3. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik.

4. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan asset Musyarakah syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad;

5. Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.

Baca artikel lainnya tentang pembelian rumah dengan akad syariah di blog ini:

Yuk, lakukan #HijrahFinansial melalui pendanaan untuk UKM dengan prinsip syariah dan didukung proses yang nyaman, aman, dan efisien dengan teknologi. Platform peer-to-peer financing syariah ALAMI mempertemukan UKM dengan pemberi pembiayaan. Teknologi kami menganalisa ratusan data untuk menghasilkan pembiayaan yang memiliki kualitas dan kredibilitas yang baik. Daftar sekarang untuk menjadi pendana ALAMI dan nikmati kemudahan proses pembiayaan syariah yang lebih efisien, akurat dan transparan.

Bayu Suryo Wiranto

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments