hiwalah

Kenali Akad Hiwalah: Solusi Praktis Sesuai Syariah dalam Membayar Utang

Dalam ekonomi dan keuangan syariah terdapat berbagai banyak akad untuk setiap transaksi. Di artikel kali ini, kita akan membahas satu dari sekian banyak jenis akad yang ada di dalam ekonomi dan keuangan syariah. Akad yang akan kita bahas kali ini adalah akad hiwalah. 

Makna Akad Hiwalah 

Dikutip dari kitab Mughni Muhtaj Sharh al-Minhaj karya As-Sarbini Khatib, secara etimologi kata hiwalah berasal dari kata tahwil yang berarti intiqal, mengandung makna mengalihkan atau memindahkan. Secara istilah, beberapa ulama berpendapat kata ini bermakna pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan muhal’alaih (orang yang berkewajiban membayar utang).

Selain itu, Imam Syafi’i mengatakan hiwalah adalah akad pemindahan suatu utang dari tanggungan yang berutang kepada tanggungan orang lain. Sementara Ibnu Rusydi dalam kitabnya Bidayah al-Mujtahid, memberi pengertian tentang hiwalah berdasarkan sabda Rasulullah SAW: 

يطم انغًُ ظهى وارا احيم احذكى عهً عًُ فهيستحم

“Penangguhan dari orang kaya adalah aniaya, dan apabila salah seorang kamu dipindahkan kepada orang kaya, hendaklah ia menerimanya”.

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan para pakar di atas, maka dapat disimpulkan pengertian Hiwalah adalah pemindahan hak menuntut atau tanggungjawab utang seseorang untuk menuntut dari pihak pertama kepada pihak yang lain atas dasar persetujuan dari para pihak yang memberi utang. 

Dalil Hukum Akad Hiwalah

Hiwalah merupakan salah satu bentuk ikatan atau transaksi antara sesama manusia yang dibenarkan oleh Rasulullah saw, melalui sabda beliau yang menyatakan :

يطم انغُي ظهى وارا اتبع احذكى عهً يهئ فانيتبع – سواِ انجًاعة

“Memperlambat pembayaran utang yang dilakukan orang kaya merupakan perbuatan zalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar utang, maka hendaklah ia beralih”. (HR. Al-Jama’ah) 

Kemudian hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal :

“Barangsiapa yang dialihkan kepada orang yang kaya, maka hendaklah diturutinya”.

Selain itu ada juga hadis berikut: 

Menunda-nunda pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman. Maka, jika seseorang di antara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihiwalahkan) kepada pihak yang mampu (terimalah)-  (HR. Bukhari)

Namun, dalil atau rujukan utama dibolehkannya akad hiwalah adalah berasal dari Q.S Al-Baqarah ayat 282: 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔاۗ فَاِنْ كَانَ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيْهًا اَوْ ضَعِيْفًا اَوْ لَا يَسْتَطِيْعُ اَنْ يُّمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهٗ بِالْعَدْلِۗ وَاسْتَشْهِدُوْا شَهِيْدَيْنِ مِنْ رِّجَالِكُمْۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُوْنَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَّامْرَاَتٰنِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَۤاءِ اَنْ تَضِلَّ اِحْدٰىهُمَا فَتُذَكِّرَ اِحْدٰىهُمَا الْاُخْرٰىۗ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَۤاءُ اِذَا مَا دُعُوْا ۗ وَلَا تَسْـَٔمُوْٓا اَنْ تَكْتُبُوْهُ صَغِيْرًا اَوْ كَبِيْرًا اِلٰٓى اَجَلِهٖۗ ذٰلِكُمْ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ وَاَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَاَدْنٰىٓ اَلَّا تَرْتَابُوْٓا اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيْرُوْنَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَلَّا تَكْتُبُوْهَاۗ وَاَشْهِدُوْٓا اِذَا تَبَايَعْتُمْ ۖ وَلَا يُضَاۤرَّ كَاتِبٌ وَّلَا شَهِيْدٌ ەۗ وَاِنْ تَفْعَلُوْا فَاِنَّهٗ فُسُوْقٌۢ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّٰهُ ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

Artinya:

Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. 

Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. 

Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. 

Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,”

Di samping itu, terdapat kesepakatan ulama (Ijma’) yang menyatakan bahawa tindakan hiwalah boleh dilakukan. Mazhab Hanafi membagi Hiwalah kepada beberapa bagian. 

Ditinjau dari segi obyek akad, Hiwalah dapat dibagi dua yaitu: 

Hiwalah al-haqq (pemindahan hak), apabila yang dipindahkan itu merupakan hak menuntut utang.

Hiwalah ad-dain (pemindahan utang), apabila yang dipindahkan itu kewajiban

untuk membayar utang.

Lebih lanjut, salah satu akademisi dalam dunia ekonomi dan keuangan syariah kontemporer, cendekiawan muslim Adiwarman Karim dalam bukunya Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer mengatakan hiwalah atau pemindahan utang dianggap mutlak. 

Artinya, orang yang telah dibayar piutangnya terbebas akad atau without recourse kecuali jika disebutkan ada kemudahan penagihan dalam akad. Dalam praktiknya dibolehkan bagi bank untuk kembali kepada orang yang telah dibayar piutangnya atau with recourse. Pemindahan utang bisa dilakukan bila utang itu sudah jatuh tempo dalam tanggungan orang yang berutang.

Selain itu dalam pelaksanaannya di Indonesia, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang hiwalah yang tertuang dalam DSN-MUI No. 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah, Fatwa DSN-MUI No. 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah, dan Fatwa DSN-MUI No. 58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawalah bil Ujrah.

Rukun Akad Hiwalah

Ulama mazhab Hanafiyah berpendapat bahawa yang menjadi rukun Hiwalah itu ada

beberapa macam saja, di antaranya adalah:

1. Ijab 

Pernyataan melakukan Hiwalah dari pihak pertama.

2. Qabul

Pernyataan menerima hiwalah dari pihak kedua dan pihak ketiga.

Sedangkan menurut jumhur ulama, yang terdiri atas ulama Malikiyah,

Syafi’iyah dan Hambaliyah, menyatakan bahawa rukun dari pada hiwalah ada enam

macam, yaitu :

1. Pihak pertama

2. Pihak kedua 

3. Pihak ketiga

4. Utang pihak pertama kepada pihak kedua 

5. Utang pihak pertama kepada pihak ketiga, dan 

6. Shigat (pernyataan hiwalah).

(Keterangan lebih lanjut tentang contohnya bisa dibaca selanjutnya di artikel ini) 

Dari dua pendapat tentang rukun hiwalah tersebut pada dasarnya adalah sama saja, namun pendapat para jumhur ulama lebih tepat dan jelas yang dapat dijadikan rukun daripada hiwalah tersebut.

Manfaat Akad Hiwalah dalam Setiap Transaksinya

Setiap akad dalam praktik keuangan syariah tentunya ada manfaat yang diberikan. Berikut ini manfaat yang diberikan dari akad Hiwalah:

Contoh Penerapan Akad Hiwalah dalam Perbankan Syariah

Sebelum membahas bagaimana contoh penerapan akad hiwalah di perbankan syariah di Indonesia, berikut ini skema akad hiwalah yang digunakan:

skema Al hawalah

Penerapan akad hiwalah dalam perbankan syariah terbagi dalam dua jenis yaitu al-muqayyadah dan al-mutlaqah

Adapun penjelasan skema hiwalah adalah berikut ini.

Hiwalah Al-Muqayyadah

Hiwalah Al-Muqayyadah adalah skema hiwalah yang memindahkan tanggung jawab pembayaran hutang pihak pertama kepada pihak kedua. Contoh hiwalah Al-Muqayyadah yakni seorang individu A berpiutang kepada pihak B sejumlah Rp 2 juta. 

Sementara pihak B berpiutang kepada pihak C sebesar Rp 2 juta. Kemudian pihak B mengalihkan haknya untuk menuntut piutangnya yang ada di pihak C kepada individu A sebagai ganti pembayaran utang pihak B kepada A.

Hiwalah Al-Mutlaqah

Kebalikan dari contoh hiwalah Al-Muqayyadah, Hiwalah Al-Mutlaqah yaitu konsep hiwalah dengan pengalihan utang secara tidak tegas sebagai pengganti pelunasan utang pihak pertama kepada pihak kedua.

Contoh hiwalah al mutlaqah yaitu bank konvensional sebagai pemberi piutang kepada pihak B sebagai peminjam. Kemudian hutang pihak B mengalihkan pembayaran utang kepada pihak muhal’alaih. Sehingga yang membayar hutang pihak B kepada bank konvensional adalah pihak muhal’alaih tanpa pihak B menegaskan pengalihan utang.

Demikian penjelasan singkat mengenai akad hiwalah, salah satu akad yang ada di dalam ekonomi dan keuangan syariah.  Belajar menerapkan prinsip ekonomi dan keuangan syariah bisa dimulai dengan mengenal akad-akad yang ada di dalamnya. 

Untuk mendapatkan hasil keberkahan keuangan syariah yang nyata, hijrahkan uangmu ke ke tempat yang aman dan berkah yakni di ALAMI.

Yuk, download aplikasinya di:

Artikel Terbaru

BONUS EKSTRA Akhir Tahun Khusus Pendana Baru

Menuju akhir tahun tapi masih belum punya passive income? Duh, rugi deh....

PROMO GAJIAN TIBA! Danai dan Langsung Nikmati Bonusnya

Alhamdulillah, udah 𝘱𝘢𝘺𝘥𝘢𝘺 𝘸𝘦𝘦𝘬 nih! Tandanya, segera alokasikan gaji untuk mendanai di...

Raih BONUS EKSTRA Spesial PAYDAY WEEK!

Spesial untuk kamu, nikmati promo PAYDAY WEEK! Ada BONUS HINGGA JUTAAN RUPIAH~...

Exit mobile version