pengasuhan-parenting

Menjalani Pengasuhan di Tengah Situasi Tidak Ideal? Simak 3 Tips dari Ustaz Bendri Berikut Ini! 

Dalam perjalanan mengasuh anak dan menjadi orangtua, kita tidak selalu bisa berada di dalam situasi yang seratus persen kondusif. Ada kalanya, beberapa dari kita harus menjalankan peran pengasuhan sambil berhadapan dengan kondisi tidak ideal seperti kesulitan ekonomi, menjadi orangtua tunggal, ataupun hubungan jarak jauh. Di tengah kondisi seperti ini, bagaimana kita dapat menjadi orangtua yang dapat dibanggakan oleh anak kita? 

Dalam Kajian Hijra Live yang diselenggarakan oleh Hijra Lifestyle berjudul Menjadi Orangtua Kompeten di Tengah Situasi yang Tidak Ideal, mubaligh dan pakar pengasuhan anak Ustaz Bendri Jaisyurrahman atau yang akrab disapa Ajo Bendri memberikan tiga tips penting untuk dapat menjadi sosok orangtua yang baik di tengah kesulitan. 

Simak tiga tips parenting berikut ini! 

Pahami Dasar Pengasuhan, Mulai Dari Perbaikan Diri

Di awal paparan mengenai cara-cara menjadi orangtua kompeten di tengah situasi yang tidak ideal, Ustaz Bendri Jaisyurrahman mendudukkan pemahaman yang benar tentang ilmu pengasuhan atau parenting. 

Menurut beliau, parenting bukanlah tentang bagaimana anak kita menjadi pribadi yang saleh, pintar, atau mulia, namun fokus utamanya adalah bagaimana memperbaiki diri kita terlebih dahulu sebagai orangtua. 

“Selama ini kita hanya memikirkan ingin anak kita begini atau begitu. Padahal, belajar parenting adalah meningkatkan kualitas kita sebagai orang tua. Dan ketika anak kita berlaku tidak sesuai ekspektasi, parenting akan memberi panduan. 

Contohnya adalah anak Nabi Nuh AS yang berada di puncak kebandelan, yaitu ingkar kepada Allah. Meskipun begitu, Nabi Nuh tetap memanggil anaknya dengan panggilan sayang yaa bunayya

“Selama ini kita cenderung hanya memanggil anak dengan panggilan sayang ketika anak melakukan kebaikan. Pertanyaannya, bisakah kita tetap memanggil anak dengan panggilan sayang ketika mereka sedang bandel?” tanya Ustaz Bendri. 

Ustaz Bendri juga mengingatkan bahwa pengasuhan kita terhadap anak dan keluarga akan menjadi salah satu hal yang akan diperhitungkan di akhirat nanti, sebagaimana dijelaskan dalam hadis: 

وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ   

Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. (H.R. Bukhari: 4789)

Oleh karena itu, untuk menjadi orangtua yang baik diawali dengan perbaikan diri, termasuk dengan berdoa kepada Allah untuk kebaikan diri kita di dunia dan akhirat.  

Jadilah Orangtua Cerdas, Bukan Orangtua Super 

Tugas-tugas kita sebagai orangtua kadang menjadikan kita seolah ingin menjadi sosok yang super atau luar biasa yang dapat melakukan semua hal untuk anak kita. Akan tetapi, ustaz Bendri Jaisyurrahman menegaskan bahwa yang kita butuhkan bukan menjadi super parents, akan tetapi menjadi smart parents. 

“Memaksakan diri jadi super parent akan melelahkan dan mengorbankan kondisi emosi kita. Di satu sisi ada yang sukses, akan tetapi dalam banyak hal akan menjadikan fokusnya bukan memperbaiki diri, dan justru akan merusak jiwa anak,” jelas Ustaz Bendri. 

Menjadi smart parents atau orangtua cerdas bermakna kita harus bisa berpikir strategis di tengah situasi rumah tangga yang tidak ideal seperti kesulitan ekonomi, hubungan jarak jauh, menjadi orangtua tunggal, atau konflik dengan pasangan. Meski begitu, kita masih dapat memaksimalkan apa yang menjadi tanggung jawab kita. 

“Apa kuncinya? Kuncinya adalah dengan terus mengupgrade ilmu. Samakah orang tua yang belajar dan tidak belajar parenting? Tentu beda. Orangtua yang belajar akan meminimalisasi apa yang disebut malpraktik dengan memahami situasi yang terjadi dan melakukan hal yang tepat,” tegas Ustaz Bendri. 

Tanamkan Persepsi, Jalankan Stimulasi

Ustaz Bendri menjelaskan, ada dua dimensi penting yang perlu diperhatikan dalam pengasuhan, yaitu menanamkan persepsi dan memberikan stimulasi. 

“Menanamkan persepsi memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menjadi orangtua. Sebagian besar anak yang mengalami penyimpangan berawal dari persepsi terhadap orang tuanya sebagai figur buruk, jahat, dan menyebalkan,” jelas Ustaz Bendri. 

Beliau memberikan contoh bagaimana Nabi Ibrahim AS tetap mampu memenangkan hati anaknya, Nabi Ismail AS, meskipun mereka berdua jarang bersua. Hal ini dapat terjadi karena Nabi Ismail AS selalu ditanamkan persepsi yang baik mengenai ayahnya. 

Lebih lanjut, ustaz Bendri berpesan kepada pasangan yang telah bercerai agar tidak menanamkan persepsi yang negatif terhadap mantan suami atau istri. 

“Biar bagaimanapun, tidak ada yang namanya mantan anak. Peran pengasuhan akan tetap berjalan walaupun orangtua bercerai,” tegas ustaz Bendri. 

Kunci untuk membangun persepsi positif anak terhadap orangtua, ustaz Bendri menegaskan, ada tiga, yakni apa yang dilihat anak dari orangtua, apa yang didengar anak mengenai orangtua, dan benda-benda yang dapat memberikan kesan kuat dan positif mengenai orangtua seperti penghargaan atau piagam. 

“Selain itu, penting bagi orangtua untuk memiliki quality time bersama anak agar mereka selalu mengingat masa-masa indah bersama orangtua,” pesan ustaz Bendri.

Ustaz Bendri mewanti-wanti para orangtua agar senantiasa hadir dan memberikan dukungan dalam empat momen krusial anak, yaitu ketika anak sedih, ketika anak sakit, ketika anak unjuk prestasi, dan ketika anak sedang unjuk kemampuan atau pentas.

“Ketika anak sakit, jika memungkinkan, mintalah izin dari tempat kerja untuk menemani dan merawat anak, apalagi ketika anak dirawat di rumah sakit,” saran ustaz Bendri. 

Langkah selanjutnya yang cukup penting adalah memberikan stimulasi kepada anak. Mengenai ini, Ustaz Bendri menjelaskan lima pilar stimulasi yaitu spiritual, intelektual, emosional, fisik, dan sosial.

“Tetapi stimulasi ini tidak dapat kita jalankan kalau tidak tahu cara berkomunikasi. Ini yang harus kita pelajari. Allah telah mengajarkan kita pola komunikasi yang baik khususnya kepada anak dalam surat An-Nisa ayat 9,” jelas Ustaz Bendri. 

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا

Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar. (QS An-Nisa ayat 9)

Dalam menjelaskan makna frasa qaulan sadida (قَوْلًا سَدِيْدًا) yang terdapat dalam ayat tersebut, ustaz Bendri memaparkan beberapa makna, yaitu perkataan yang lurus yang tidak menyimpang dan perkataan yang tepat, yaitu tepat secara usia, tepat secara jenis kelamin, tepat secara karakter, dan tepat secara konteks atau situasi.     

Demikian penjelasan dari ustaz Bendri Jaisyurrahman mengenai cara menjadi orangtua kompeten di tengah situasi yang tidak ideal. 

Ingin mendengarkan lebih banyak kajian mengenai topik-topik yang relevan dengan kehidupan sehari-hari ditinjau dari sudut pandang Islam? Yuk, kunjungi Hijra Lifestyle dari ALAMI dan dapatkan kesempatan untuk mendapatkan ilmu dari sumber-sumber terpercaya.  

Artikel Terbaru

Informasi Peningkatan Keamanan Pendanaan & Penambahan Biaya Layanan

Sebagai bagian dari upaya kami dalam meningkatkan kualitas layanan yang lebih baik,...

Panduan Praktis Mendanai Nyaman dan Menguntungkan di Instrumen P2P Lending Bagi Pendana Pemula

Peer to Peer Lending (P2P Lending) dikenal sebagai salah satu instrumen investasi...

Sejarah Dana Pensiun di Indonesia

Sejarah dana pensiun di Indonesia melalui proses yang panjang dan senantiasa berkembang. ...

Exit mobile version