Serial Love and Money Ketika Tabungan Keluarga Tergerus Habis
published 05/08/2020 - 7 Min Read

Serial Love and Money: 5 Hikmah Ketika Tabungan Keluarga Harus Terkuras Habis

Bagaimana sikap istri ketika bisnis suami mengalami penurunan dan tabungan keluarga harus terkuras habis? Apa sebenarnya peranan seorang istri dalam mengatur keuangan keluarga? Prinsip apa saja yang membuat seorang istri bisa bertahan dan mendukung suaminya di tengah situasi finansial yang sangat sulit?

Simak kisah Serial Love and Money kali ini dari Aisya (bukan nama sebenarnya), seorang perempuan berusia 42 tahun dan suaminya, Pak Aiman (bukan nama sebenarnya), 60 tahun.

Aisya yang merupakan seorang manajer keuangan perusahaan tur dan travel, dan Pak Aiman, mantan eksekutif bisnis perusahaan multinasional yang banting setir menjadi pengusaha restoran, harus menghadapi kenyataan pahit ketika perlahan-lahan pada tahun 2016, terpaksa menutup keempat cabang restorannya dan tabungan keluarga harus tergerus habis.

Tahun 2020, kenyataan semakin memburuk dengan COVID-19 yang benar-benar menghentikan roda bisnis tur dan travel dan restoran sekaligus. Bahkan Aisya yang biasanya tidak pernah terlalu mempertimbangkan harga ketika berbelanja pernah dalam keadaan tidak memegang sepeser pun uang tunai. Tabungan keluarga benar-benar nol. Ia harus memutar otak untuk bertahan hidup, apalagi semenjak ia dan suaminya sudah mengadopsi seorang anak perempuan yang baru lahir dari keluarga kurang mampu di pedalaman Jawa sejak tahun 2018.

Awal Mula Tabungan Keluarga Tergerus

Aisya memulai kehidupan pernikahan keduanya dengan penuh harapan.

Setelah sebelumnya memutuskan bercerai dengan suami pertamanya karena ketidakcocokan yang tidak bisa disatukan lagi, Aisya akhirnya berani menikah lagi setelah mendapatkan kesempatan bertemu secara tidak sengaja dengan ayah dari anak-anak yang dulu ia didik sebagai guru les privat Matematika. Saat mengajar dulu, sang suami masih berkantor di Jakarta sebagai eksekutif bisnis sebuah perusahaan multinasional. Waktu ia mengajar, sang ayah masih mempunyai istri. Namun, ketika ia bertemu kembali, Pak Aiman sudah menjadi duda setelah istri pertamanya meninggal karena kanker. Kedekatannya dengan anak-anak suaminya sebagai mantan guru les privat mereka membuat keputusan untuk menikah berjalan lancar. Setelah menikah, Aisya mengikuti suaminya tinggal di Malaysia.

Namun tidak lama setelah pernikahannya berjalan, Aisya mulai mengamati ada yang aneh dari suaminya. Ia mulai bertanya-tanya kenapa sang suami sering murung. Akhirnya setelah berhasil mengorek, suaminya mengakui tentang masalah keuangan yang dihadapi restorannya yang sudah mempunyai empat cabang.

Ternyata, semua cabang restorannya kecuali yang pertama, tidak mampu mendapatkan pemasukan untuk menutupi semua pengeluaran. Cabang yang keempat juga mempunyai masalah tersendiri, karena sangat sepi dan kerugiannya lebih besar dari cabang lainnya. Suaminya mengakui bahwa ia kurang melakukan analisa yang teliti saat memutuskan untuk membuka cabang keempat. Ia tidak melakukan riset pasar dan tidak memeriksa apakah lokasinya di sebuah mall baru, bisa potensial untuk dikunjungi banyak orang. Selain itu, untuk membuka cabang keempatnya itu, ia juga menggunakan sebagian besar tabungannya selama hidup. Ia berambisi untuk mempunyai 10 cabang restoran.

Saat itu, Aisya masih memegang jabatan sebagai manajer keuangan di salah satu brand sport, sebuah perusahaan lokal di Indonesia yang cukup ternama. Karena penghasilannya sangat besar dan mencukupi per bulannya, Aisya menawarkan gajinya untuk menutupi kerugian suaminya. Ia juga saat itu sudah punya tabungan keluarga yang cukup signifikan jumlahnya.

“Gue pikir daripada gaji gue gede tapi suami gue nggak happy, gue juga nggak bisa senang. Mendingan gue kasih supaya dia nggak kepikiran terus. Gue tahu ini bukan kewajiban gue, tapi sebagai istri, ketika gue membantu suami, Allah akan menganggap ini sebagai sedekah gue, dan gue yakin hasilnya pasti akan kembali ke gue lagi. Gue juga nggak mikir ini sebagai beban. Ya sudahlah, mungkin emang saat ini jalan rezeki keluarga ini dari gue,” ujarnya.

Mirisnya, Aisya justru mendapatkan banyak sindiran dari beberapa karyawan suaminya.

“Beberapa karyawan suami gue ada yang ngomongin kalau restoran mulai turun semua pendapatannya, nasib berubah dan bisnis jadi hancur setelah suami gue menikah lagi sama gue. Padahal, gue yang ngebayarin gaji mereka karena pendapatan nggak nutup. Tapi kan nggak ada yang tahu karena kasihan suami gue, gue juga mau ngejaga harkat dan martabat dia sebagai seorang laki-laki. Saat itu gue sempat nangis. Karena memang dulu pun gue pernah ngerasa kayak gitu.

“Sampai gue konsultasi sama ustadz di tempat institusi pendidikan gue dulu di Jakarta (Aisya adalah lulusan sebuah institusi pendidikan Islam terkenal di Indonesia). Ustadz gue meyakinkan gue bahwa nggak ada namanya konsep “orang bawa sial” atau “istri bawa sial” dalam Islam. Jadi, gue mesti ngebalikin lagi ke kewajiban kita sebagai seorang Muslim. Kenapa kita diuji? Kita harus introspeksi tentang kewajiban kita, mana yang belum kita lakuin,” ujarnya.

Penyebab Tergerusnya Tabungan Keluarga Mulai Terkuak

Oleh karena itulah, Aisya akhirnya memberanikan diri bertanya kepada sang suami.

“Ayah biasanya bayar zakat kemana?” ia berasumsi bahwa suaminya sudah menunaikan kewajiban ini selama menjalankan bisnisnya.

“Ayah nggak pernah bayar zakat selama ini. Tapi ayah selalu bersedekah ke panti asuhan,” ujar suaminya polos.

Aisya yang ketika menempuh pendidikan sudah “ngelotok” akan pemahaman bedanya zakat dan sedekah langsung terhenyak mendengar pengakuan suaminya. Akhirnya, ia pelan-pelan menjelaskan kepada suaminya. Disinilah perannya sebagai seorang istri hadir untuk mengingatkan dan menguatkan suaminya.

“Ayah, kalau zakat itu beda sama sedekah. Jadi zakat itu harus ada akadnya, harus diucapkan jelas bahwa niat dan maksudnya sebagai zakat, dan harus diterima oleh orang yang berhak mendapat zakat. Kalau sedekah itu nggak wajib, boleh jadi tambahan. Tapi zakat itu wajib, dan zakat 2.5% itu bukan hak Ayah, itu hak Allah dan orang lain,” ujarnya menjelaskan. Ia langsung menganalisa bahwa kerugian usaha ini mungkin petunjuk dari Allah tentang kelalaian kewajiban zakat 2,5% yang belum ditunaikan oleh suaminya selama menjalani bisnis restoran tersebut.

Setelah berjalan beberapa saat, sebagai seorang akuntan, Aisya memberanikan diri memberikan saran. Daripada terus menerus merugi dan tabungan keluarga sudah tergerus habis, mereka harus menutup setidaknya tiga dari empat restoran tersebut. Hal itu pun dituruti oleh suaminya. Namun, selang beberapa lama, cabang yang terakhir tersebut pun tidak bisa dipertahankan lagi. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menutup semua cabang.

“Tadinya suami gue sangat sedih dan keberatan soalnya empat restoran itu merupakan saksi perjuangan suami gue dan almarhum istri pertamanya. Tapi mau gimana, soalnya memang semakin berat. Akhirnya kita pun melakukan pivot bisnis. Tadinya, konsep yang digunakan di restoran adalah menjual makanan Barat. Kita pun memutuskan menjual makanan lokal Malaysia dan ayam penyet sejak 2 tahun yang lalu. Tabungan gue sampai habis untuk membiayai modal usaha baru ini dan gue juga nggak bisa nabung walaupun gaji gue besar,” ujarnya.

Apalagi, selain itu, Aisya juga harus tetap melunasi kewajiban-kewajibannya dari restoran yang lama. Alhasil, sedikit keuntungan yang ada dari restoran yang baru juga tidak bisa disimpan di tabungan keluarga karena harus dialokasikan untuk melunaskan kewajiban.

Sebelum COVID-19, Aisya sudah pindah bekerja ke perusahaan tur dan travel. Namun, perusahaan tersebut harus berhenti beroperasi di akhir tahun 2019 karena volume bisnis yang sudah sangat menurun. Aisya malah belum menerima uang gaji terakhir dan pesangon ketika COVID-19 melumpuhkan Malaysia, dan semua sumber penghasilannya berhenti selama 3 bulan lockdown.  Di saat yang bersamaan, tabungan keluarga sudah habis terpakai semuanya.

Untuk menghadapi masa 3 bulan tersebut, Aisya harus meminjam uang ke temannya dan teman suaminya. Beruntung, selain sebagai manajer keuangan, Aisya juga mempunyai freelance client perusahaan yang diurusi laporan pajaknya di Indonesia. Klien tersebut masih ia maintain dengan baik setelah ia pindah lokasi ke Malaysia sampai tahun ini. Ia bisa menagih sebagian pembayaran dari klien tersebut. “Walaupun mereka juga sangat terpukul dengan COVID-19 ini. Omzetnya yang tadinya sekitar Rp5 miliar sebulan menjadi kurang dari Rp300 juta sebulan,” ujarnya.

Selain itu, Aisya juga berusaha untuk memberikan les privat kembali sebagai guru Matematika.

Setelah 3 bulan, Alhamdulillah suaminya berhasil menjual salah satu asetnya yang memang sudah sejak lama diniatkan untuk dijual. Namun, baru sebagian kecil hasil penjualan yang sudah diterimanya.

“Alhamdulillah sejauh ini walaupun kita sampai tidak memegang uang tunai sepeser pun, pasti selalu ada jalan atau cara yang membuat kita setidaknya masih bisa makan. Sebenarnya uang gue yang jadi hak gue memang masih banyak, gue masih bisa nagih pesangon dan gaji bulan terakhir dari perusahaan terakhir gue, dan klien freelance gue juga belum lunas bayar, cuma memang sampai sekarang belum bisa gue dapatkan,” ujar Aisya.

Hikmah Kehidupan Dari Habisnya Tabungan Keluarga

Banyak hikmah yang bisa ia tarik dari kejadian ini.

Pertama, ia jadi tahu betapa pentingnya menunaikan kewajiban agama yaitu zakat dalam menjalankan bisnis. “Mungkin ini bukan rugi, tapi ya ketika kita lupa menunaikan kewajiban, maka nanti Allah akan mengambil hak-Nya,” ujarnya mencoba berintrospeksi.

Kedua, ia belajar menjadi istri yang ikhlas dan bisa membantu suami di saat tertimpa kesulitan, dengan tetap menjaga kehormatan suaminya.

“Selama ini kalau gue pakai uang gue untuk bantuin bisnis suami gue, Alhamdulillah dia selalu menganggap hal tersebut sebagai “pinjaman” dan dia akan ganti. Alhamdulillahnya gue dan suami bisa kompak. Mungkin banyak istri di luar sana yang mikir, mendingan gue cerai saja, kan gue punya uang dari pekerjaan gue. Tapi kita kan menikah nggak cuma buat kebahagiaan doang, gue harus komitmen mendampingi suami gue ketika dalam kesulitan.

“Gue pikir juga kalau gue cerai, itu nggak akan bikin gue hepi dan masalah gue nggak akan selesai. Jadi, ya, sebagai pasangan suami istri, kita harus saling terbuka, dan saling bekerjasama dalam menyelesaikan masalah keuangan. Nggak ada lagi uang gue atau uang elo, tapi ini harus dianggap sebagai uang bersama. Kita nggak bisa sendiri-sendiri atau egois lagi kalau sudah berjanji mengucapkan ijab kabul. Masalah nggak akan selesai dengan elo bercerai,” ujarnya sembari mengatakan mungkin karena ini pernikahan keduanya, ia sudah menjadi lebih dewasa dan berkomitmen meskipun masih keras kepala.

“Kalau sama almarhum suami gue yang dulu, gue marah, dia ikutan marah juga (mantan suami Aisya juga sudah meninggal karena sakit setelah bercerai). Alhamdulillah suami gue yang sekarang kalau gue ngomel, suami gue diem aja, atau ngomongnya pas gue lagi sudah reda emosinya,” ceritanya.

Ketiga, ia juga jadi belajar mana teman yang setia dan mana yang teman di saat senang saja. “Ketika gue butuh uang dan benar-benar butuh bantuan, gue jadi tahu mana yang mau ngebantu, mana yang mau ngedengerin. Karena nggak semua teman bisa kayak gitu. Ada yang kekeuh minta jaminan perhiasan baru mau minjemin uang, padahal udah temenan bertahun-tahun dan suami gue sering banget bantuin dia, ada yang malah jadi ngejulidin dan nyeritain lagi masalah kita ke orang lain,” ujarnya yang sangat hati-hati memilih siapa yang diceritakannya. Bahkan, keluarganya di Indonesia juga tidak tahu keadaannya seperti itu. Ia tidak menceritakan masalah keuangan yang dihadapinya dan Pak Aiman kepada seorangpun keluarga atau saudaranya.

Keempat, ia semakin paham petuah yang selalu diajarkan orangtuanya bahwa roda kehidupan akan selalu berputar. Kadang kita di atas, kadang kita di bawah, namun kita harus selalu ingat untuk melaksanakan kewajiban agama dan berbuat baik kepada sekeliling kita. Ketika kita bersedekah, dan selalu ingat untuk memudahkan urusan orang lain, Allah akan selalu memudahkan urusan kita ketika berada dalam keadaan yang sulit.

Lihat ke mereka yang lebih sulit kalau ingin mudah bersyukur. “Gue beruntung masih punya rumah, dan selalu bisa makan. Anak gue, Rachel, juga selalu bisa gue take care. Susunya Rachel kan nggak bisa diskip. Masih banyak orang yang bahkan nggak bisa makan dan kelaparan, dan gue nggak tahu lagi deh gimana keadaan mereka. Kalau gue aja sampai nggak megang uang tunai, kan, pasti masih banyak lagi yang keadaannya lebih buruk dari gue,” ujar Aisya.

Kelima, Aisya belajar menguatkan imannya. “Gue yakin ini semua pasti akan banyak hikmahnya dari Allah untuk gue. Kalau gue membantu suami gue, pasti ini jadi sedekah, dan Allah pasti ganti sedekah gue. Semoga gue bisa selalu dikuatin dan cepat melewati semuanya ini,” ujarnya.

Pesan terakhirnya untuk pembaca, sebagai istri atau suami, jangan gampang kaget dengan keadaan yang berputar 180 derajat. “Gue udah nggak kaget lagi karena gue udah pernah ngalamin ini waktu bokap gue sakit dulu. Gue inget banget dulu setiap mau makan gue harus balik ke rumah, karena duit yang gue pegang emang cukup pas-pasan banget buat transport doang. Banyak istri yang kaget ketika ditimpa masalah, karena ya memang nggak siap dan nggak tahu gimana antisipasinya,” ucapnya dengan tegas mengingatkan.

*Kisah ini adalah kisah nyata yang dituturkan langsung kepada staff ALAMI. Semua nama disamarkan untuk melindungi privasi.

Yuk, lakukan hijrah finansial melalui pendanaan untuk UKM dengan prinsip syariah dan didukung proses yang nyaman, aman, dan efisien dengan teknologi. Platform peer-to-peer financing syariah ALAMI mempertemukan UKM dengan pemberi pendana. Teknologi kami menganalisa ratusan data untuk menghasilkan pembiayaan yang memiliki kualitas dan kredibilitas yang baik. Daftar sekarang untuk menjadi pendana ALAMI dan nikmati kemudahan proses pembiayaan syariah yang lebih efisien, akurat dan transparan.

Bayu Suryo Wiranto

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments