keuangan keluarga
published 22/08/2022 - 4 Min Read

Mengatur Keuangan Keluarga Muda Sesuai Syariat

Mengatur keuangan keluarga khususnya untuk seoran muslim adalah sesuatu yang penting. Seorang muslim khususnya suami yang memiliki tanggungan anak dan istri wajib menafkahinya dan menghidupinya. Nafkah tersebut tentunya harus dihasilkan dari cara-cara yang halal dan kerja yang sungguh-sungguh. 

Bekerja sungguh-sungguh adalah salah satu bentuk cinta seorang suami terhadap keluarganya. Bahkan Allah SWT akan menyamakan derajat orang yang bekerja keras dan sungguh-sungguh demi keluarganya dengan orang yang berjihad di jalan Allah. 

Seperti yang Allah SWT sebut dalam QS Al Muzammil ayat 20:

وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah.” 

Setelah menjemput rezeki halal untuk menafkahi keluarga juga perlu diiringi cara-cara mengatur keuangan keluarga, terutama bagi mereka yang baru saja membina rumah tangga yang sesuai dengan syariat.

Beberapa waktu lalu, salah satu assatidz, yakni Ustadz Aris Munandar mengisi Live Kajian bersama Hijra yang membahas bagaimana cara mengatur keuangan untuk keluarga muda yang sesuai syariat.

Menurut Ustadz Aris, dalam Islam, harta adalah segala sesuatu yang dimiliki dan mempunyai nilai ekonomis di dalamnya. Bagi seorang muslim, kata Ustaz Aris, seorang muslim tidak hanya berfokus bagaimana cara mendapatkan harta dengan cara yang halal, tapi juga bagaimana cara membelanjakannya sesuai dengan syariat. 

Cara Mengatur Keuangan Keluarga Sesuai Syariat

Tidak Boros dan Kikir

Ustaz Aris Munandar mengutip ayat Al Quran surat Al Furqan ayat 67 yang bunyinya sebagai berikut:

وَالَّذِيۡنَ اِذَاۤ اَنۡفَقُوۡا لَمۡ يُسۡرِفُوۡا وَلَمۡ يَقۡتُرُوۡا وَكَانَ بَيۡنَ ذٰلِكَ قَوَامًا‏

“Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar,”. 

Dari ayat tersebut dikatakan, seorang hamba Allah SWT sejati tidak akan membelanjakan harta dengan boros meskipun itu untuk keperluan infaq. Begitu pula seorang hamba Allah tidak akan pelit atau kikir untuk membelanjakannya khususnya untuk berinfak dan sedekah. 

“Ayat di atas kaidah penting dalam membelanjakan harta. Khususnya di keluarga baru/muda mencermati ayat tersebut,” terangnya.

Ustadz Aris Munandar menjelaskan, bahwa para ahli tafsir mengatakan dalam ayat di atas terdapat pendidikan dari Allah SWT dalam masalah membelanjakan harta baik itu untuk ketaatan seperti infak dan sedekah dan untuk hal yang mubah  atau diperbolehkan seperti memenuhi kebutuhan makan, pakaian, kendaraan dll.

“Adab dari syariat dalam membelanjakan harta untuk hal mubah hendaknya jangan terlalu pelit, sehingga bisa menelantarkan orang lain (istri anak tidak terpenuhi kebutuhannya),” kata Ustadz Aris.

Membelanjakan Harta Sesuai Kondisi dan Kemampuan

Demikian juga menjadi seorang muslim yang baik dalam membelanjakan harta tidak terlalu boros atau mudah mengeluarkan harta. Ustadz Aris Munandar memberi contoh kisah sahabat Nabi, Abu Bakar radhiyallahu anhu. 

“Nabi mengizinkan Abu Bakar untuk mensedekahkan seluruh hartanya karena Nabi SAW sudah tahu kemampuan Abu Bakar. Abu Bakar merupakan seseorang yang tekun bekerja dan berdagang. Sekalinya beliau berdagang penghasilannya melebihi dari pedagang biasa,” kata Ustaz Aris.

Padahal di saat yang bersamaan, ada juga sahabat Nabi lainnya, yakni Ka’ab bin Malik ingin melakukan hal yang sama seperti Abu Bakar. Namun, Rasulullah SAW melarangnya. Sebab, kapasitas dan kemampuan keuangan Ka’ab tidak sama seperti Abu Bakar. 

Kisah Abu Bakar di atas pun bisa kita aplikasikan dalam kehidupan kita sekarang. Ustadz Aris mengatakan boros dalam membelanjakan harta ada tolok ukurnya, yakni budaya, lokasi dan zaman. 

Misalnya, kalau seseorang yang hidup dan tinggal di Yogyakarta belanja di supermarket menghabiskan uang Rp 1 juta bisa dikomentari sebagai orang yang boros. 

“Tapi kalau di Jakarta bisa dikatakan yang sederhana, bahkan bisa kurang. Karena hidup di Jakarta tak semurah di Yogyakarta,” kata Ustadz Aris. 

Menjadi Orang yang Berada di Tengah-tengah

Ustaz Aris mengatakan, menjadi seorang muslim yang baik dalam membelanjakan hartanya adalah orang yang berjalan di tengah-tengah. Artinya dalam hal kebutuhan pokok ia tidak pelit untuk dirinya sendiri bahkan keluarganya, tapi juga tidak berlebihan menghambur-hamburkan uang.

“Orang yang pertengahan dalam membelanjakan harta adalah orang yang tidak memakai pakaian sekedar untuk keindahan tapi dia beli pakaian itu karena sebuah kebutuhan,” jelas Ustaz Aris. 

“Dia bukan orang yang membeli makanan karena suatu kelezatan, tapi menag dia butuh makan. Orang pertengahan dalam membelanjakan harta berdasarkan proporsional kebutuhan bukan keinginan,” lanjutnya.

Ada kutipan dari salah satu sahabat Nabi dan khulafaurrasyidin kedua yakni Umar Bin Khattab yakni:

“Cukuplah seorang itu dikatakan boros dan tercela, manakala ketika punya prinsip semua yang diinginkan semua dibeli”

Umar bin Khattab pun pernah berpesan kepada anaknya, dengan ungkapan sebagai berikut:

“Makanlah dengan separuh perutmu (jangan sampai kekenyangan), janganlah engkau membuang pakaian sampai pakaian itu terlihat sudah lusuh. Selama masih layak dipakai, dipakai.”

Itulah beberapa kiat  merencanakan keuangan untuk keluarga muda yang sesuai dengan syariat. Untuk lebih lengkapnya tentang kajian tersebut, kamu bisa menonton videonya di  bawah ini: 

Sebagai salah satu cara seorang muslim menjaga keuangannya stabil dan mempersiapkan keuangannya di masa depan jangan lupa juga untuk terus menabung dan mengembangkan keuanganmu. 

Kembangkan keuanganmu di platform peer to peer funding syariah dari ALAMI. Dapatkan ujrah atau imbal hasil setara dengan 14-16% pa. Unduh sekarang juga aplikasi di 

Bayu Suryo Wiranto

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments