Crisis Leadership Adalah
published 17/07/2020 - 5 Min Read

Menjalani Crisis Leadership: Seni Memimpin di Tengah Krisis

It’s hard enough to lead when the wave is calm, so when you have to lead when it’s stormy…things can be a bit scary. Untungnya, dunia sudah melewati berbagai krisis dalam beberapa dekade belakangan, dan ada kumpulan literatur dan riset yang kuat, baik dari kalangan akademisi maupun praktisi, yang bisa memberikan panduan kepada para pemimpin di saat ini untuk bergerak menjalani crisis leadership dengan ilmu. Apa saja tuh? Yuk, simak lebih lanjut disini!

Penjelasan Crisis Leadership

Crisis leadership adalah seni kepemimpinan di bawah tekanan atau situasi krisis tertentu.

Menurut Ronald Heifetz, Alexander Grashow, dan Marty Linsky di edisi khusus Harvard Business Review Summer 2020 “How to Lead in a Time of Crisis”, crisis leadership mempunyai dua fase.

Fase pertama adalah ketika di fase emergency. Yang harus dilakukan adalah menstabilisasi keadaan dan bagaimana caranya “membeli waktu” untuk organisasi kita.

Fase kedua adalah adaptive leadership. Di fase adaptasi ini, seorang pemimpin harus tahu bagaimana mengatasi penyebab krisis yang terjadi dan membangun kapasitas untuk bisa bertahan dan menang di realita baru yang sedang dihadapi. Disinilah kadang seorang pemimpin mulai goyah, karena merasa tidak yakin akan apa yang harus dilakukannya.

Crisis Leadership: Memimpin dalam Beradaptasi

Bagaimana praktik crisis leadership bisa dilakukan dengan baik untuk kedua fase tersebut? Gianpiero Petriglieri, Associate Professor Organizational Behavior di INSEAD, di dalam artikelnya yang berjudul “The Psychology Behind Effective Crisis Leadership”, mengatakan bahwa pemimpin perlu punya kemampuan untuk “holding the organization.”

Dalam dunia psikologi, istilah “holding” ini mempunyai arti yang spesifik. Istilah ini berarti tindakan dan cara-cara seseorang, yang berada dalam posisi yang otoritatif, untuk menenangkan dan membantu organisasinya untuk memahami sebuah keadaan yang mungkin membingungkan dan penuh ketidakpastian.

Misalnya, seorang CEO yang ketika menghadapi krisis ekonomi parah, meyakinkan pegawainya bahwa perusahaan telah mempunyai simpanan uang kas yang cukup untuk melewati badai ini, tidak akan dilakukan PHK, menginterpretasi data pendapatan perusahaan, dan memberikan arahan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan untuk melayani klien yang ada dan membangun kanal-kanal bisnis baru.

Inilah esensi dari “holding”: kemampuan untuk berpikir jernih, meyakinkan, mengarahkan staff, dan membantu tim untuk tetap bersatu bersama.

Strategi Crisis Leadership Untuk Masa Pra-Krisis

Sementara itu, menurut James Haggerty, yang menulis buku Chief Crisis Officer, persiapan menghadapi krisis ini seharusnya sudah dilakukan jauh sebelum krisis menimpa suatu perusahaan.

Haggerty percaya bahwa klasifikasi krisis bisa dilakukan menurut kecepatannya: ada krisis yang “exploding” artinya krisis tersebut terjadi secara tiba-tiba dan cepat, dan ada krisis yang “unfolding”, krisis yang terjadi dengan perlahan-lahan, dan akan semakin memburuk seiring berjalannya waktu.

Untuk menghadapi kedua jenis krisis tersebut, menurut Haggerty, sebuah perusahaan seharusnya menentukan satu orang staff senior yang bisa mengambil keputusan, dan keputusannya dapat dipercaya oleh tim kepemimpinan sebagai Chief Crisis Officer. Kemudian, menyiapkan tim gerak cepat untuk membantu sang Chief Crisis Officer. Tim gerak cepat ini harus disediakan dan menguasai scenario planning training. Apa itu scenario planning training dan kenapa hal ini penting dalam crisis leadership?

Metode Crisis Leadership: Scenario Planning

Crisis Leadership adalah
Pic source: @rosich.julia via Twenty20

Scenario planning adalah sebuah ilmu yang berusaha memetakan masa depan yang tidak menentu menjadi beberapa skenario yang memungkinkan, kemudian menyusun langkah-langkah yang harus dihadapi jika masing-masing skenario tersebut menjadi nyata. Metode ini dijalankan bukan untuk memprediksi masa depan, tapi untuk menentukan estimasi masa depan seperti apa saja yang mungkin akan terjadi, dan bagaimana hal tersebut bisa memandu kita dalam menyusun strategi yang tepat.

Bagaimana awal munculnya scenario planning ini? Like the Internet, it comes from the military world.

Scenario planning lahir dari buah pemikiran seorang ahli matematika bernama Herman Kahn. Ketika menjadi analis di RAND Corporation, sebuah think tank milik Angkatan Udara Amerika Serikat yang dibentuk setelah Perang Dunia II, Kahn menyadari bahwa menentukan strategi militer untuk masa depan yang tidak menentu, tidak bisa lagi didasarkan pada masa lalu. Kita tidak bisa lagi membuat analogi dari sejarah, jika kita ingin menentukan strategi untuk masa depan yang akan sangat, sangat berbeda dari masa lalu kita. Waktu itu, beliau lagi galau masalah kemungkinan perang nuklir, yang menurutnya akan sangat jauh pengalamannya dari perang-perang yang biasa kita hadapi. Terus, bagaimana caranya dong?

Menurut Kahn, kita memerlukan “ersatz experience.” Eh, maksudnya gimana?!! Ersatz berarti “substitute” atau pengganti. Ïa menyebutnya sebagai “strange aids to thought.” Untuk membantu akal kita membentuk strategi, kita perlu membentuk beberapa bentuk masa depan imajiner yang mungkin terjadi, yang bisa dibangun melalui beberapa simulasi masa depan seperti misalnya war games dan scenario planning.

Ia akhirnya resign dari RAND Corporation, dan mendirikan Hudson Institute. Salah satu klien Hudson Institute adalah Pierre Wack, yang merupakan bos Royal Dutch Shell. Pierre Wack di awal tahun 1970-an mulai mengaplikasikan ilmu Kahn ke dunia bisnis. Ia mulai memikirkan scenario dimana Shell harus berhadapan dengan persaingan dunia perminyakan yang baru: ketika negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah mulai berkuasa.

Akhirnya, ketika ada perubahan harga setelah embargo minyak tahun 1973 yang dilakukan oleh OPEC, Shell berhasil melewati krisis tersebut lebih baik dari kompetitornya. Semenjak itulah, scenario planning akhirnya menjadi salah satu andalan pemimpin untuk mempersiapkan diri menghadapi krisis. Penerus Wack akhirnya terus menajamkan kemampuan scenario planning ini untuk perusahaannya. Para perencana skenario dari Shell akhirnya menjadi ilmuwan dan praktisi penting dalam dunia perencanaan skenario.

Metode Crisis Leadership Lainnya: Menghadapi Masa Depan Yang Tak Menentu

Beberapa metode lainnya ini juga bisa menjadi “daftar arsenal” untuk pemimpin dalam masa krisis yang harus menghadapi masa depan yang tak menentu.

  1. Backcasting atau PreMortem: Langkah ini biasanya digunakan untuk menghindari diri kita mengambil langkah-langkah yang akan menyebabkan kita gagal. Di metode ini, kita akan memikirkan apa saja penyebab-penyebab yang memungkinkan kita gagal (secara hipotesis). Berangkat dari informasi tersebut, kita kemudian bisa memastikan bahwa kita telah melakukan langkah-langkah yang menghindari kita dari penyebab gagal tersebut.
  2. Contingency Planning: Salah satu contohnya adalah ketika kita menyiapkan “playbook” untuk dijadikan panduan jika suatu keadaan yang diestimasi benar-benar terjadi.
  3. Crisis Simulation: Simulasi krisis ini biasanya dilakukan ketika suatu kejadian krisis spesifik telah terjadi, dan kemudian kita harus menganalisa kira-kira apa dampak dari setiap tindakan yang akan kita ambil untuk menghadapi krisis tersebut.
  4. Horizon Scanning: Kita mulai mengamati apa saja “sinyal-sinyal lemah” tentang perubahan yang ada di masa sekarang, dan menganalisa kemungkinannya untuk menjadi kuat, mengamati perkembangannya, dan bagaimana potensial dampaknya terhadap bisnis kita.
  5. Trend Analysis: Di dalam metode ini, kita menganalisa bagaimana dampak dari suatu pola perubahan/trend yang sudah bisa diamati di masa sekarang. Biasanya dilakukan dengan STEEP Framework, kerangka untuk memisahkan pola perubahan menjadi lima kategori spesifik: Social, Technological, Economic, Environmental, dan Political.

Nah, semoga artikel ini cukup membuka mata kamu dan membekali kamu untuk melakukan apa yang perlu dilakukan dalam keadaan krisis ya! Tentu saja, taktis dan strategi di atas nggak cuma bisa kamu lakuin di bisnis, tapi juga berguna untuk kehidupan pribadi kamu.

Sumber:

“Learning from the Future: How to Make Robust Strategy in Times of Deep Uncertainty” by J. Peter Scoblic, Harvard Business Review, Juli-Agustus 2020

“The Psychology Behind Effective Crisis Leadership”, by Gianpiero Petriglieri, HBR.org

“Leading, Not Managing, In Crisis”, by Daniel McGinn, HBR Special Issue “How to Lead in Times of Crisis”, Summer 2020.

Yuk, temukan pengalaman #HijrahFinansial dengan melakukan pendanaan untuk UKM dengan prinsip syariah dan didukung proses yang nyaman, aman, dan efisien dengan teknologi.

Platform peer-to-peer lending syariah ALAMI mempertemukan UKM dengan pemberi pembiayaan. Teknologi kami menganalisa ratusan data untuk menghasilkan pembiayaan yang memiliki kualitas dan kredibilitas yang baik.

 Daftar sekarang untuk menjadi pendana ALAMI dan nikmati kemudahan proses pembiayaan syariah yang lebih efisien, akurat dan transparan.

Bayu Suryo Wiranto

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments