09/07/2020 -
5 Min Read
5 Tips Mengatur Keuangan Rumah Tangga Menurut Islam
Ratusan gugatan dan permohonan perceraian menghampiri Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada akhir bulan Juni tahun ini. Hal yang sama juga terjadi di Purwakarta, Sumedang, dan Semarang. Semuanya mengatakan bahwa kebanyakan alasan perceraian ini didasari oleh faktor ekonomi. Mbak Rona bukan hanya berdampak menurunkan perekonomian nasional, tapi juga punya efek membuat pasangan suami istri jadi stress karena masalah ekonomi yang sampai berujung kepada gugatan perceraian. Banyak suami yang tidak mampu lagi menunaikan kewajibannya, dan hal ini tidak bisa diridhai oleh istri. Bagaimana sebenarnya tips mengatur keuangan rumah tangga menurut Islam? Apakah memang perceraian bisa dibenarkan ketika suami sudah tidak bisa memberi nafkah selama berbulan-bulan? Yuk, simak selengkapnya di artikel ini!
Nafkah Menjadi Tanggungjawab Suami
Tindakan para istri yang menggugat cerai suaminya karena alasan ekonomi sebenarnya tidak bisa disalahkan. Hal tersebut dapat dibenarkan secara syar’i. Istri mempunyai hak mengajukan gugatan cerai dalam keadaan sudah berbulan-bulan tidak diberikan nafkah.
Allah SWT sudah mewajibkan para suami untuk bertanggungjawab memberi nafkah kepada istri dan keluarga. Ada keberkahan besar yang menunggu seorang suami yang bertekad untuk sekuat tenaga memberikan nafkah kepada istri dan keluarga. Allah SWT sudah menyiapkan kapasitas dan rezeki yang lebih besar kepada suami karena kewajibannya untuk menafkahi keluarga, daripada ketika tugas mencari nafkah dijalankan oleh seorang istri. Hal ini sebaiknya diimani oleh semua laki-laki yang mengemban amanah sebagai seorang suami, walaupun keadaannya terlihat sangat sulit.
Bahkan, Ustadz Adi Hidayat menjelaskan, jika seorang suami mau mengemban amanah mencari nafkah, bahwa Allah SWT akan menjamin rezeki semua yang ada di rumah sang suami tersebut melalui dirinya. Sedangkan, seorang istri belum tentu dijamin. Bisa jadi, akhirnya seorang perempuan hanya mampu mengumpulkan rezeki untuk dirinya sendiri. Penjelasan selengkapnya bisa kamu lihat di video ini ya.
Istri Boleh Membantu Suami
Dalam sebuah hadith, dikisahkan Rasulullah SAW ditemui oleh Rithah, istri sahabatnya, Abdullah ibn Mas’ud, yang pernah diuji dengan kemiskinan. Rithah mengadu kepada Rasulullah SAW tentang kegelisahannya. Keluarganya tidak memiliki apa-apa, jadi seluruh penghasilannya diserahkan untuk menafkahi suami dan anak-anaknya. Ia gelisah bukan karena tidak ridha membantu suami. Melainkan, karena ia khawatir tidak bisa bersedekah karena hartanya selalu habis untuk keluarganya. Rasulullah SAW pun menenangkannya dan meyakinkannya. Rasulullah SAW bersabda, “Engkau akan mendapatkan pahala dari hal tersebut selama engkau menafkahi mereka. Maka berikanlah nafkah untuk mereka.” Hadits selengkapnya bisa kamu baca dan pelajari di link ini ya.
Para ulama berpendapat bahwa harta (penghasilan) istri adalah hak-nya istri. Suami tidak boleh menggunakannya tanpa izin dan keridhaan dari istri. Apabila istri memang mengizinkan hartanya untuk digunakan membatu pemenuhan kebutuhan rumah tangga, maka pemberian tersebut dianggap sebagai sedekah dan istri memperoleh pahala.
Namun, ada satu hal yang harus diperhatikan oleh seorang istri yang harus menafkahi suaminya dengan tiba-tiba. Terkadang, istri yang mempunyai pendapatan lebih tinggi daripada suami bisa terjangkiti rasa sombong dan mudah lupa akan kebaikan-kebaikan suaminya. Misalnya, bicaranya mulai ketus, berani mengucapkan nada lebih tinggi dari suami, dan menantang suami untuk bertengkar. Hal tersebut tentu saja melemahkan ikatan suami istri dan akan membuat pernikahan mudah goyah.
Seorang istri yang dikaruniai Allah kelebihan dan kemudahan mencari rezeki dibandingkan suaminya, sebaiknya tetap merendahkan hati di hadapan suami, dan tetap menghormatinya. Misalnya, dengan selalu meminta persetujuan suami setiap kali hendak membelanjakan uangnya dan tetap berusaha melayani suami lahir batin sebaik mungkin sesuai kemampuannya.
Selain itu, pada dasarnya Allah SWT sudah memberikan kapasitas rasionalitas yang superior kepada seorang lelaki. Ia akan otomatis selalu memutar otak mencari cara dan solusi untuk permasalahannya. Kalau memang belum bisa ketemu solusinya, maka berarti ada mental atau emotional block dalam diri sang suami.
Dalam keadaan sulit seperti itu, istri harus berusaha terus mendukung kepercayaan diri suaminya dan membesarkan hatinya, menyemangati suaminya agar tidak down dan tetap semangat mencari ladang rezeki baru. Sang istri harus berusaha mempraktikkan unconditional love kepada sang suami, tetap menghormati dan melayani dengan baik di tengah keadaan sulit.
Perempuan mempunyai kekuatan dalam hal perasaannya. Namun, jika hal ini tidak dilatih dengan baik, maka perasaan akan membuat perempuan lemah. Moody, tidak bisa berhenti menangis, depresi, hilang tenaga dan konsentrasi, gampang tersinggung, marah-marah, terlalu sensitif, serta overthinking adalah hal yang harus dihadapi oleh semua perempuan ketika perasaan mengambil alih. Padahal, Allah memberikan perasaan ini untuk kebaikan dan kehebatan sang perempuan.
Dalam keadaan sulit, tidak ada hal yang lebih berguna untuk perempuan selain mencoba mengontrol perasaannya. Agar perempuan tidak mudah dikuasai perasaan, perempuan harus menguasai self–soothing skill, seni menenangkan diri sendiri ketika emosi telah terpercik. Perempuan punya potensi menjadi muara ketenangan bagi banyak orang, dan ia harus bisa menjadi muara ketenangan bagi dirinya sendiri.
Keadaan sulit selalu membuat emosi semua orang berkecamuk, tapi justru inilah momentum perempuan untuk unjuk gigi. Emosi dan perasaan adalah ranah yang dekat dengan keseharian perempuan, dan inilah saatnya untuk mengelolanya dengan baik, dan memberi contoh kepada sang suami bagaimana emosi bisa dikelola dengan baik untuk kebaikan diri kita.
Dalam keadaan istri memberikan nafkah kepada suami, suami sebaiknya juga bertukar peran, yaitu dengan banyak membantu pekerjaan rumah tangga, misalnya menyapu, mengepel, menyuci piring dan baju, menyetrika, mengurusi dan menemani anak, memasak, dan sebagainya.
Suami juga sebaiknya tidak boleh mudah menyerah dalam berusaha. Jika stress, silakan beristirahat, namun harus segera bangkit kembali untuk bisa mengemban tanggungjawab memberikan nafkah secepatnya.
Terapkan Lagi Nilai Sakinah, Mawaddah, Warahmah
Mencapai sakinah, mawaddah, dan warahmah adalah mimpi semua pasangan suami istri ketika baru menikah. Keadaan keuangan yang sulit tidak harus membuat satu sama lain saling melupakan mimpi tersebut. Nilai ini harus terus dipegang erat, apalagi ketika keadaan sedang sulit dan bahtera pernikahan harus diuji.
Sakinah artinya ketenangan dan keinginan untuk menetap. Pasangan suami istri sebaiknya saling beradaptasi dengan keadaan untuk memberikan ketenangan satu sama lain, bahkan dalam hal pengaturan keuangan. Sikap seperti apa yang disenangi oleh suami/istri dan memberikan mereka ketenangan? Hal itulah yang harus dijalani oleh sang pasangan.
Komitmen yang kuat untuk terus meyakinkan pasangannya, bahwa dirinyalah orang yang tepat untuk menjalani hidup bersama, dalam keadaan sesulit apapun. Sakinah bukan tentang menuntut sang pasangan untuk menjadi orang yang tepat dan sesuai dengan kemauan kita, tetapi bagaimana kita berproses untuk menjadi tempat ternyaman bagi pasangan.
Mawaddah artinya passion yang terus menggelora. Sikap seperti apa yang bisa kita lakukan agar bisa menjaga api cinta kita untuk pasangan terus menyala?
Sementara rahmah artinya compassionate love and mercy, atau kasih sayang, yang membuat kita mampu menerima pasangan apa adanya dan menutup mata terhadap semua kekurangannya.
Mudah sekali mempraktikkannya jika semua keadaan baik-baik saja dan ideal. Tetapi sebuah rumah tangga menuntut kita untuk mempraktikkannya bahkan ketika keadaan sedang sulit.
Memiliki Visi Gaya Hidup Sederhana
“Tidak akan susah bagi siapapun yang sederhana dalam perbelanjaan.” Ini adalah kutipan terjemahan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh HR Ahmad. Hadits yang kini menjadi slogan untuk semua pasangan suami istri yang sedang bingung mengatur keuangan di tengah pandemi.
Saling mengingatkan dan terus konsisten dalam berhemat, mungkin itulah kunci untuk terus merawat kekompakan suami istri. Keduanya harus tetap sama-sama mengerti akan visi berhemat yang ditawarkan Rasulullah SAW: gaya hidup sederhana, dimana pengeluaran jauh di bawah penghasilan, akan menawarkan ketenangan dan membawa janji sebuah kehidupan yang nyaman.
Ketika istri harus menanggung nafkah sekeluarga, semoga dengan keberkahan dari ridha sang istri, dan keyakinan atas janji hadits Rasulullah SAW, maka InsyaaAllah, nafkah yang mungkin sebenarnya sedikit itu akan mencukupi untuk semua anggota keluarga, sampai Allah mengangkat ujian tersebut.
Berdagang, Menjadi Solusi Cepat Ketika Kehabisan Uang
“Kalau kita nggak punya uang, solusinya bukan berutang, tetapi berdagang,” begitu kata salah satu financial planner ternama di Indonesia, Ligwina Hananto.
Hal ini juga dikuatkan dengan hadits Rasulullah SAW yang mengatakan:
“Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan seorang pria dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR. Ahmad, Al-Bazzar, Ath-Thabrani dan selainnya, dari Ibnu ‘Umar, Rafi’ bin Khudaij, Abu Burdah bin Niyar dan selainnya).
Ketika istri tidak mempunyai pendapatan, dan suami juga harus berhenti bekerja, kerahkan kemampuan bersama untuk bisa melakukan sesuatu. Adakah skill dari sang suami/istri atau bersama yang bisa dijual dan dibutuhkan oleh banyak orang? Adakah barang yang bisa mulai diproduksi bersama? Adakah barang produksi orang lain yang bisa dijual ke network suami dan istri? Adakah barang-barang di rumah yang sebenarnya bisa dijual?
Dalam keadaan suami istri dua-duanya harus kehilangan pendapatan, saatnya untuk membuka mata lebar-lebar apa yang bisa dijual bersama untuk bertahan hidup, sampai akhirnya Allah mengakhiri ujian-Nya.
Baca juga: https://alamisharia.co.id/id/hijrahfinansial/simak-6-jurus-pengaturan-keuangan-rumah-tangga-pasangan-muda/
Terimakasih ilmunya mba..