Webinar ALAMI x Gatherich Growth Mindset to Grow Your Wealth
published 16/06/2020 - 6 Min Read

Ini 5 Growth Mindset untuk Bertumbuh Secara Finansial

Pandemi COVID-19 merupakan salah satu titik balik untuk kita semua memeriksa kebiasaan finansial kita. Banyak dari kita yang akhirnya mulai menyadari berbagai kesalahan kita dalam mengelola keuangan, pentingnya mengatur keuangan dengan baik, dan harus lebih cerdas lagi mengatur pendapatan hasil kerja keras kita selama ini agar dapat menyiapkan diri untuk keadaan yang tak terduga. Sabtu 13 Juni 2020 kemarin, ALAMI mengadakan webinar untuk pertama kalinya bekerja sama dengan Gatherich, sebuah komunitas pebisnis dan investor dengan lebih dari 350 ribu followers di Instagram. Founder Gatherich, Kennedy Handersen, menyampaikan topik “Growth Mindset to Grow Your Wealth” dan menyampaikan sedikit kisah pribadinya dan kesalahan-kesalahannya dalam mengelola uangnya.

Webinar ini diikuti oleh hampir 200 peserta dari berbagai kalangan. Antusiasme peserta begitu terasa karena waktu webinar yang harusnya 1 jam memanjang menjadi 1 jam 15 menit dan di survey evaluasi, banyak peserta yang menyatakan bahwa waktunya perlu diperpanjang lagi! Apa saja yang dibahas Ken, panggilan akrabnya, di webinar ini? Yuk, simak lebih lanjut!

Growth Mindset #1: Siap Tidak Nyaman

Hal pertama yang diungkap oleh Ken adalah perumpamaan tentang anak kecil yang baru tumbuh giginya. Pastinya dia akan rewel, nangis, demam, karena tidak nyaman. Nah, begitulah pertumbuhan. Ketika kita mau memasuki zona pertumbuhan, maka kita akan memasuki zona tidak nyaman. Jadi, kita harus siap dengan perasaan tidak nyaman ini kalau kita sudah memutuskan ingin bertumbuh.

Growth Mindset #2: Nggak ada yang instan

Hal kedua yang perlu kita ingat adalah tidak ada yang bisa instan dalam mengembangkan atau menumbuhkan keuangannya. Semuanya perlu proses. Dalam proses itu, artinya kita harus siap untuk terus belajar dan mendalami berbagai hal yang terkait. Misalnya, jangan sampai kita terjebak pada skema investasi bodong karena tergiur dengan iming-iming hasil investasi yang tinggi. Jangan sampai karena kita nafsu ingin mendapatkan uang membuat kita jadi nggak mikir-mikir lagi dan lupa analisa.

Growth Mindset #3: Kita harus bisa investasi supaya terus tumbuh

Agar kita nggak perlu kerja terus sampai umur tua, kita harus bisa melakukan investasi, agar uang kita tidak tergerus dengan laju inflasi. Apa saja yang bisa diinvestasikan? Bisa dengan waktu kita, tenaga kita, dan uang kita. Dari yang ketiga ini, yang paling berharga adalah waktu kita, sementara yang paling murah adalah uang kita. Agar dapat menginvestasikan uang kita dengan baik, maka filosofinya sama ketika kita ingin menanam buah. Kita harus pastikan bahwa tanahnya pun subur. Begitu juga dengan investasi. Kita harus paham dan belajar di mana tanah yang subur untuk kita tanamkan uang kita, sehingga risikonya minim. Walaupun nggak instan, tapi investasi itu bisa berbuah dengan baik dan kita bisa menikmati hasilnya.

Growth Mindset #4: Pahami Risiko

Ken mengutip sebuah perkataan dari Warren Buffet, salah satu orang terkaya di dunia dan merupakan guru dunia investasi. “Risk comes from not knowing what you are doing,” atau artinya, risiko itu akan hadir ketika kita tidak tahu apa yang kita lakukan. Disini, Ken kembali menekankan pentingnya proses belajar dalam menumbuhkan harta kita.

Kita harus mengenal diri kita dan seperti apa profil risiko yang kita miliki. Apakah kita bisa afford untuk agresif dalam berinvestasi? Agresif dalam artian, kita siap menggelontorkan jumlah uang yang besar dan siap kehilangan juga karena tahu kita masih bisa mengumpulkannya lagi dengan cepat dan tidak memerlukannya untuk hal lain yang lebih urgent

Atau, apakah kita lebih nyaman untuk bersikap konservatif dalam berinvestasi? Konservatif dengan selalu rajin menganalisa dan mengukur setiap keputusan investasi. Atau kita bisa berada di tengah-tengahnya, lebih moderate?

Jika kita sudah paham profil risiko kita, maka kita akan lebih mudah menilai setiap instrumen investasi. Karena, pada dasarnya, semua investasi tentu mempunyai risiko yang berbeda-beda, dan membawa hasil yang tingkatannya berbeda pula.

Growth Mindset #5: Bangun Kebiasaan Positif

Untuk dapat mengembangkan harta kita, kita harus mulai membangun kebiasaan yang positif. Misalnya, dengan mengubah pola konsumtif menjadi lebih produktif.

Bagaimana caranya mengubah kebiasaan konsumtif menjadi produktif?

Secara science, manusia mengeluarkan hormon bahagia setelah belanja. Jadi sering kali orang terjebak mengejar kebahagiaan dengan cara konsumtif.

Padahal sebetulnya bahagia itu kan sebuah kondisi. Jadi kita bisa menciptakan kondisi tersebut dengan mempermudah syarat dan definisinya. Seperti contoh: bahagia adalah menginginkan apa yang sudah saya miliki dan bersyukur atas pencapaian yang sudah saya dapatkan. Sehingga uang menjadi semakin kecil pengaruhnya untuk kebahagiaan kita. Kita bisa mencukupkan diri saat masih memiliki uang yang sedikit untuk memenuhi keinginan kita. Tapi kita terlalu naif kalau hanya bersyukur, maka usahakan bahwa kita do more. Supaya kita punya income lebih dan budget untuk memenuhi keinginan kita bertambah juga.

Atau, bisa juga lakukan sistem reward and punishment. Hanya boleh memberi barang konsumtif jika sudah mencapai sebuah target/pencapaian tertentu sebagai reward, serta wajib disiplin menjalankan hukuman untuk diri sendiri jika melanggar komitmen tertentu yang sudah ditetapkan oleh diri sendiri.

Kita juga harus bisa membedakan mana yang sebenarnya kebutuhan kita dan mana yang hanya keinginan saja. Setelah itu, kita bisa mulai berinvestasi dengan jumlah yang kecil, yang penting adalah kita konsisten untuk membentuk kebiasaan. Ken sendiri memulai dengan hanya 10% dari pendapatannya. Maka, dengan bertambahnya pendapatan kita, kita bisa meningkatkan jumlah investasi.

Prinsipnya adalah: Start Small. Think Big. Move Fast. Walaupun kita mulai dengan keadaan kita sekarang, dengan jumlah yang kecil, kita tetap ingat akan tujuan besarnya, yaitu nantinya kita bisa membuat uang bekerja untuk kita, dan bentuk kebiasaan ini sekarang juga, tanpa perlu kita tunda lagi. Karena Ken sendiri menjelaskan, bahwa mungkin yang bisa membuat dirinya bisa menjadi narasumber di acara ini bukan karena ia lebih baik, tapi simply karena ia memulai lebih awal dari peserta yang hadir.

Bahas Pertanyaan Peserta di Webinar

Karena banyaknya pertanyaan dari peserta webinar, tidak semuanya bisa diselesaikan saat webinar. Namun, Ken berbaik hati menjawab pertanyaan lewat blog post ini. Yuk, simak apa jawabannya!

  1. Untuk pemula yang ingin memulai investasi dan bukan dari latar belakang keuangan, langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan? Adakah referensi (web/buku/artikel) yang perlu dipelajari sebelum memulai investasi?

Bisa mulai belajar dengan follow akun-akun IG tentang keuangan dan investasi, misalnya di @gatherich dan @alamisharia.

2. Sekarang kan suku bunga lagi turun ya, lebih baik investasi obligasi atau saham ya?

Ini kembali ke profil resiko masing-masing. Obligasi lebih minim resiko dari saham, tapi tentu saja returnnya juga tidak sebesar saham. Kalau agresif, ingin return yang lebih berasa dan mau belajar tentu saham lebih menarik. Tapi kalau tidak, obligasi cenderung lebih aman.

Note dari ALAMI: Untuk yang mempunyai concern tentang aspek syariah, obligasi adalah instrumen keuangan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, karena merupakan pinjaman dengan sistem bunga. Alternatifnya adalah dengan produk sukuk.

3. Adakah proporsi terbaik untuk post investasi? Misalkan berapa % dari penghasilan?

Proporsi untuk post investasi bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan kita, dan target keuangan yang ingin kita capai. Kalau prinsip Ken adalah start small, awalnya menerapkan sekitar 10% dari pendapatan untuk dipakai investasi untuk membentuk kebiasaan. Jadi nanti jumlahnya pun akan menyesuaikan jika pendapatan kita naik, jumlah yang bisa kita gunakan untuk investasi kita pun akan semakin naik.

4. Mana yang harus didahulukan investasi atau nabung untuk dana darurat dulu jika budgetnya memang benar-benar hanya tersedia untuk satu pos?

Lebih baik pastikan untuk menabung dana darurat dulu. Karena dana darurat merupakan suatu kebutuhan dan urgensinya lebih tinggi untuk dipenuhi. Setelah target itu terpenuhi, baru sisihkan lagi untuk investasi.

Tapi jika keadaan sudah membaik dan jauh lebih stabil, ada baiknya disisihkan bersamaan untuk dana darurat dan investasi langsung di bagi ke dua pos terpisah. Nominal yang bisa ditabung ke masing-masing pos kemungkinan jadi lebih kecil dan waktu pengumpulan pasti juga relatif lebih lama, tapi dana yg terkumpul di pos investasi sudah bisa mulai dipakai untuk praktek investasi supaya mendapatkan return sambil memenuhi pos dana darurat.

5. Berbicara investasi dan trading. Menurut opini bro Ken, lebih baik bagaimana? Dan jika kita memang menginginkan income dari keduanya, lebih menguntungkan yang mana?

Buat  2 akun Rekening Dana Nasabah. Supaya emosi tidak terganggu. Analisa pengambilan keputusan juga harus jelas, bukan berdasarkan intuisi/keinginan saja.

Sejak awal pembelian harus sudah ditetapkan dari awal, apakah ini emiten saham yang sekarang dibeli untuk invest atau trading. Jangan sampai awal beli untuk trading waktu turun dalam jadi investasi. Atau sebaliknya, awal beli untuk invest baru naik dikit langsung di trading. Ujungnya, money management/portfolio management akan berantakan. Pisahkan akunnya dan tentukan tujuannya sedari awal.

Sebagai alternatif untuk melakukan kebiasaan yang produktif dan implementasi prinsip growth mindset, kita bisa menaruh dana kita untuk pendanaan UKM lewat ALAMI. Banyak pertanyaan di webinar ini tentang risiko melakukan pendanaan lewat P2P financing. Sama seperti instrumen keuangan lainnya, P2P juga mengandung risiko, yaitu peminjam gagal bayar.

Namun, ALAMI sudah menyiapkan berbagai usaha mitigasi risiko, misalnya dengan melindungi pendana dengan asuransi, menyiapkan personal guarantee atau post-dated cheque dari penerima pembiayaan, serta berkoordinasi dengan bouwheer/payor agar pembayaran bisa untuk langsung masuk ke VA ALAMI dan ALAMI bisa memantau terus pembayaran dari payor. Secara risiko, produk invoice financing yang dijalankan di ALAMI pun jauh lebih aman dari risiko gagal bayar, karena merupakan pembiayaan jangka pendek dan kecil kemungkinan gagal bayar dari payor.

ALAMI menyediakan platform peer-to-peer financing syariah di Indonesia yang mempertemukan UKM dengan pemberi pembiayaan. Teknologi kami menganalisa ratusan data untuk menghasilkan pembiayaan yang memiliki kualitas dan kredibilitas yang baik. Daftar sekarang untuk menjadi pendana ALAMI dan nikmati kemudahan proses pembiayaan syariah yang lebih efisien, akurat dan transparan.

Bayu Suryo Wiranto

Subscribe
Notify of
guest
2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] kamu bisa mengikuti saran yang diberikan oleh Ken Handersen dan Gatherich team, yaitu dengan memahami bahwa kebiasaan konsumtif ini bisa jadi karena kamu merasakan hormon […]

trackback

[…] kamu bisa mengikuti saran yang diberikan oleh Ken Handersen dan Gatherich team, yaitu dengan memahami bahwa kebiasaan konsumtif ini bisa jadi karena kamu merasakan hormon […]