riba
published 08/11/2019 - 5 Min Read

Yuk Cari Tau Mengenai Jenis-Jenis Riba dan Tahapan Pelarangannya

Riba jadi asal muasal lahirnya berbagai industri keuangan syariah. Seperti Bank Syariah, Koperasi Syariah, dan Peer to Peer Syariah. Hal itu karena industri keuangan konvensional menjalankan aktivitas keuangannya berdasarkan sistem riba. Sehingga muncullah gerakan ekonomi syariah yang dimulai dari perbankan syariah untuk menjelaskan sistem keuangan yang bebas dari riba. Lalu apa sih sebenernya riba itu? Apa alasannya riba itu dilarang untuk umat muslim?

Pengertian Riba

Secara bahasa riba artinya tumbuh, membesar, atau tambahan. Riba merupakan berupa manfaat tambahan dari hal yang dilarang dalam Islam. Tambahan manfaat dari hal yang dilarang tersebut ada dua, pertama dari pertukaran barang ribawi dan tambahan waktu pinjaman atau pertukaran. Untuk lebih jelasnya simak penjelasan di bawah.

Secara umum riba dibagi menjadi dua yaitu jual beli dan hutang piutang.

Riba Hutang – Piutang

Riba Qardh

Qardh secara bahasa artinya pinjaman. Jadi riba ini berupa manfaat yang berasal dari pinjaman. Contohnya kita pinjemin uang 10 Ribu ke temen dan syaratnya temen itu harus balikin 11 Ribu minggu depan. Manfaat seribu inilah termasuk riba.

Dan manfaat tidak harus selalu dengan uang tapi bisa juga misal kita pinjemin 10 ribu dengan syarat setiap pulang kuliah minta dianterkan pulang. Ini juga termasuk riba, karena qardh atau pinjaman harus dilandasi dengan tolong-menolong bukan asas untuk mendapatkan untung atau manfaat.

Riba Jahiliyah

Pada masa jahiliyah dulu ketika peminjam belum mampu melunasi hutangnya, si pemberi pinjaman akan ngasih tempo waktu tambahan dengan syarat bertambahnya nilai pokok pinjaman. Tambahan nilai pinjaman inilah yang menjadi riba jahiliyah. Dinamakan jahiliyah karena merupakan praktek yang sering dilakukan pada masa jahiliyah, yaitu zaman penuh dengan ketidaktahuan atau kebodohan.

Riba Jual – Beli

Riba Fadhl

Secara bahasa fadhl artinya kelebihan atau tambahan. Dalam hal ini tambahan atau kelebihan dari pertukaran barang ribawi.

Nah, riba-riba ini bisa terjadi atau ditemukan juga saat kita berinvestasi. Dalam Islam, tentu kita tetap boleh berinvestasi. Akan tetapi, harus hati-hati mengenai aspek ribanya.

Agar tenang dan yakin bahwa investasi kita sesuai syariat, yuk, coba P2P Funding Syariah dari ALAMI.

Selain bebas riba, kamu juga bisa mendapat ujrah atau imbal hasil setara 16% p.a, lho.

Langsung coba aplikasinya dan mulai mendanai hari ini, ya!

ALAMI P2P Funding Syariah
ALAMI P2P Funding Syariah

Kembali ke pembahasan soal riba, mungkin ada yang bertanya apa itu barang ribawi?

Penjelasannya adalah sebagai berikut:

Riba Nasi’ah

Secara bahasa nasi’ah artinya menangguhkan. Dalam hal ini penangguhan waktu dari pertukaran barang ribawi.

Sekarang mari kita bahas mengenai apa aja itu barang-barang ribawi. Salah satu rujukannya adalah hadist berikut:

“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584)

Para ulama kemudian mengelompokkan barang ribawi tersebut berdasarkan sebab (illat) yang sama. Yaitu Imam Syafi’I, Imam Malik, dan Ibn Taimiyah yang mengelompokkan dengan illah sebagai berikut:

jenis barang ribawi

Kelompok barang ribawi

Beberapa kaidah fiqih untuk pertukaran barang ribawi, secara ringkas adalah sebagai berikut:

  1. Pertukaran barang dengan jenis dan illat yang sama harus dilakuin dengan syarat sama banyak dan tunai.
  2. Contohnya menukar emas 100 gram harus dengan emas 100 gram juga dan diserahkan pada saat itu juga. Bila ngga sama maka akan masuk ke dalam riba fadhl. Contoh lainnya tukar uang 50 ribu rupiah dengan pecahan kecil juga harus 50 ribu rupiah dan diserahin secara tunai.
  3. Pertukaran barang yang beda jenis namun satu illat boleh beda jumlah namun harus dilakukan secara tunai.
  4. Contohnya menukar sekarung gandum dengan dua karung kurma dan diserahkan pada saat itu juga maka tidak termasuk riba. Menjadi riba apabila gandumnya diserahin sekarang tapi kurmanya diserahin seminggu kemudian, hal ini akan masuk kedalam riba nasi’ah.
  5. Pertukaran barang yang berbeda illatnya maka tidak disyaratkan tunai maupun ukurannya yang harus sama.
  6. Contohnya kita bisa menukar sebatang emas dengan sekarung garam dan diserahin dua minggu kemudian. Begitu juga dengan pertukaran barang non ribawi maka ngga disyaratin harus tunai dan ukuran yang sama.

Sejarah Pelarangan Riba dalam Syariah

Larangan riba dalam Al-Quran tidak turun secara langsung untuk meninggalkan riba secara keseluruhan, melainkan secara bertahap agar masyarakat dapat siap untuk bener-bener meninggalkan transaksi riba. Yaitu terdiri dari 4 tahapan dalil tentang riba.

Tahapan pertama disampaikan Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 39 dimana riba disandingkan dengan zakat. Disampekan kalau riba itu ga nambah pada sisi Allah sementara zakatlah yang akan berlipatganda pahalanya.

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)” (Qs. Ar-Rum: 39).

Tahapan kedua disampaikan kalau riba itu adalah hal yang buruk dan Allah SWT telah melarang itu kepada kaum Yahudi. Yang disampein pada surat An-Nisa ayat 160-161.

“Maka disebabkan kedzaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi manusia dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih” (Qs. An-Nisa: 160-161).

Tahapan ketiga, larangan riba yang dilakuin secara berlipat ganda yaitu pada surat Ali-Imran ayat 130. Karena pada masa jahiliyah dulu orang-orang yang berhutang ketika jatuh tempo dan tidak bisa melunasi pembayarannya maka yang terjadi adalah ditetapkan tambahan untuk jangka waktu tertentu disertai tambahan pada nilai pokok.

Sehingga nilai prinsipal tertentu menjadi terus bertambah dan berlipat-lipat ketika si peminjam belum mampu melunasi hutangnya.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan” (Qs. Ali-Imran: 130).

Tahapan keempat atau yang terakhir disampaikan secara jelas kalo riba pengharamannya adalah secara keseluruhan baik itu nilai yang besar maupun nilai yang kecil bahkan dinyatakan PERANG bagi pelakunya. Yang disampein pada surat Al-Baqarah ayat 278-279.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba yang belum dipungut, jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (Qs. Al-Baqoroh: 278-279).

Demikianlah artikel dari Mina mengenai apa riba itu. Semoga artikelnya bermanfaat dan kamu jadi lebih paham mengenai apa itu riba, beberapa transaksi yang termasuk di dalamnya dan sejarah pelarangan riba dalam syariah. 

Wallahualam Bissawab.

Referensi 

20 Kaidah Memahami Riba.

Bayu Suryo Wiranto

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments