published 13/10/2020 - 3 Min Read

Syuf’ah

Syuf’ah berasal dari kata syaf’ yang berarti “memadukan”, maksudnya adalah memadukan kepemilikan menjadi satu melalui akad jual beli. Sedangkan, secara terminology syuf’ah adalah akad yang objeknya memindahkan hak milik kepada rekan syirkah sesuai harga pembelian untuk mencegah kemudharatan. Perlu diketahui bahwa, syuf’ah adalah hal yang sudah dikenal oleh orang-orang Arab pada zaman Jahiliyyah. Dahulu seseorang yang akan menjual rumah atau kebun mereka selalu didatangi oleh tetangga, teman atau sahabatnya untuk meminta syuf’ah dari apa yang akad jualnya. Kemudian pemilik menjual dengan memprioritaskan yang lebih dekat daripada yang jauh, terlebih lagi pihak yang belum dikenal. Hikmahnya dibolehkannya syuf’ah ialah untuk mencegah terjadinya kemudharatan. Karena hak pemilikan oleh syafi’ dapat menghindari pembelian pihak asing (ajnabi) yang keberadaannya belum dikenal. Dalam syuf’ah terdapat empat hal yang harus diperhatikan, antara lain:
  1. masyfu’ fih, yaitu properti yang ingin dimiliki oleh syafi’.
  2. masyfu’ bih, yaitu properti yang dengannya, syafi’berhak meminta hak syuf’ah-nya.
  3. masyfu’ ‘alaih, yaitu orang yang kepemilikannya atas masyfu’ fihi, berpindah darinya, melalui pembelian dan sejenisnya.
  4. syafi’, pihak yang meminta haknya, atas masyfu’ fih sebagai bentuk pengembalian haknya.

Landasan Syariah Syuf’ah

Para Fuqaha sepakat bahwa syuf’ah disyaratkan untuk tujuan kemaslahatan, Mengamalkan syuf’ah hukumnya adalah mubah, bahkan ada sunnah. Hal ini didasarkan pada as-sunnah dan ijma’. Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu anhuma, ia berkata:
“Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam menetapkan syuf’ah pada harta yang belum dibagi-bagi, ketika batasannya telah ditentukan dan jalan telah diatur, maka tidak ada lagi syuf’ah.’’
Dari Jabir, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang memiliki pohon kurma atau tanah, hendaklah ia tidak menjualnya sehingga ia menawarkannya kepada sekutunya.”
Dari Abu Rafi ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sekutu itu lebih berhak karena dekatnya.”
Dari ketiga hadis di atas dapat diketahui, bahwa sebelum seseorang menjual aset tertentu kepada pihak lain yang tidak dikenal, maka sebelumnya dianjurkan untuk menawarkan kepada mitranya yang telah dikenal terlebih dahulu.

Rukun dan Syarat Syuf’ah

Masyfu’, benda-benda yang dijadikan barang al-Syuf’ah. Adapun syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
  • Barang yang disyuf’ahkan berbentuk barang tetap (‘uqar), seperti tanah, rumah, dan hal-hal yang berkaitan dengan keduanya seperti tanaman, bangunan, pintu-pintu, pagar, atap rumah, dan semua yang termasuk dalam penjualan pada saat dilepas.
Syafi’ yaitu orang yang akan mengambil atau menerima Syuf’ah. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi antara lain:
  • Orang yang membeli secara syuf’ah adalah partner dalam benda atau barang tersebut. Perpartneran mereka lebih dahulu terjalin sebelum penjualan, tidak adanya perbedaan batasan diantara keduanya sehingga benda itu menjadi milik mereka berdua secara bersamaan.
  • Syarat yang kedua adalah bahwa Syafi’I meminta dengan segera. Maksudnya, Syafi’i jika telah mengetahui penjualan, ia wajib meminta dengan segera jika hal itu memungkinkan. Jika ia telah mengetahuinya, kemudian memperlambat permintaan tanpa adanya uzur, maka haknya gugur.
  • Syafi’i memberikan kepada pembeli sejumlah harga yang telah ditentukan ketika akad, kemudian Syafi’I mengambil syuf’ah harga yang sama jika jual beli itu mitslian atau dengan suatu nilai jika dihargakan.
  • Syafi’I mengambil keseluruhan barang. Maksudnya, Jika syafi’I meminta untuk mengambil sebagian, maka semua haknya gugur.
Masyfu’ min hu, yaitu orang tempat mengambil syuf’ah. Disyaratkan pada masyfu’ min hu bahwa ia memiliki benda terlebih dahulu secara syarikat.

Hikmah Syuf’ah

Hikmah disyari’atkan syuf’ah adalah untuk menghindari bahaya dan pertengkaran yang mungkin sekali timbul. Hal itu, karena hak milik syafii’ terhadap harta yang dijual yang hendak dibeli oleh orang lain menolak adanya madharat yang mungkin timbul dari orang lain tersebut. Imam Syafi’i lebih memilih bahwa bahaya tersebut adalah bahaya biaya pembagian, peralatan baru dsb. Ada yang mengatakan bahwa bahaya tersebut adalah bahaya tidak baiknya persekutuan. Ibnul Qayyim berkata, “Di antara keindahan syari’at, keadilannya dan berusaha menegakkan maslahat hamba adalah mengadakan syuf’ah. Karena hikmah syari’ menghendaki dihilangkan madharrat dari kaum mukallaf semampu mungkin. Oleh karena serikat (bersekutu) itu biasanya sumber madharrat, maka dihilangkanlah madharrat itu dengan dibagikan atau dengan syuf’ah. sumber: Syarqawie, F. 2014. Fikih Muamalah. Banjarmasin: IAIN Antasari Press. http://idr.uin-antasari.ac.id/5180/1/Fiqh%20Muamalah.pdf https://yufidia.com/3491-syufah-dan-hukumnya-bag-1.html https://mediaumat.news/hak-atas-kepemilikan-bersama-syufah/ Yuk, lakukan hijrah finansial melalui pendanaan untuk UKM dengan prinsip syariah dan didukung proses yang nyaman, aman, dan efisien dengan teknologi. Platform peer-to-peer financing syariah ALAMI mempertemukan UKM dengan pemberi pendana. Teknologi kami menganalisa ratusan data untuk menghasilkan pembiayaan yang memiliki kualitas dan kredibilitas yang baik. Daftar sekarang untuk menjadi pendana ALAMI dan nikmati kemudahan proses pembiayaan syariah yang lebih efisien, akurat dan transparan. ALAMI juga telah meluncurkan ALAMI Android Mobile App. Klik link ini untuk install ALAMI Mobile App sekarang!

Bayu Suryo Wiranto

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments